Senin, 26 Maret 2012

Praktik Diskriminasi Pemberian Beasiswa

Hidayatul Auliya
11/317760/SP/24653

Eksistensi beasiswa khususnya di kalangan mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan swasta di Indonesia sudah tidak dapat diragukan lagi. Berbagai penawaran beasiswa yang berasal dari dana pemerintah maupun swasta diperuntukan bagi seluruh mahasiswa yang berasal dari program sarjana (S-1), pascasarjana (S-2), dan doktoral (S-3). Tujuan pemberian beasiswapun beragam, baik untuk peningkatan mutu pendidikan perorangan dengan dasar prestasi akademik, bantuan pelajar golongan miskin, ataupun beasiswa untuk pelaksanaan program tertentu (bantuan dana bagi mahasiswa yang akan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau riset penelitian). Banyaknya penawaran beasiswa ini membuat mahasiswa saling berburu dan mengejar untuk meringankan keperluan finansial dalam menempuh pendidikan di berbagai universitas.
Narasi diatas pada kenyataannya tak sejalan dengan praktik pemberian beasiswa yang terjadi. Praktik diskriminasi tak khayal juga mewarnai dan memberikan rasa tidak adil bagi sebagian mahasiswa yang terpaksa mengalaminya. Untuk memberikan gambaran diskriminasi yang terjadi, penulis menceritakan peristiwa dari kisah seorang kerabat yang berkuliah di salah satu PTN ternama di Jakarta.
Mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri adalah salah satu impian banyak pelajar khususnya siswa tingkat akhir Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia. Pertimbangan biaya pendidikan yang relatif lebih murah dan prestise yang akan didapatkan merupakan sebagian faktor peminat PTN tiap tahunnya yang semakin bertambah. Tuntutan inilah yang menjadikan beberapa PTN membuka kelas baru untuk menampung pelajar yang ingin menuntut ilmu di universitas yang dikelola di bawah naungan pemerintah itu. Beberapa universitas membuka jalur penerimaan mahasiswa baru tak hanya dari seleksi SNMPTN akan tetapi dari jalur mandiri atau UM. Salah satunya adalah kerabat saya yang diterima di salah satu PTN di Jakarta melalui jalur UM dan diharuskan membayar uang pangkal dan pendidikan yang lebih besar dari mereka yang lolos dari seleksi SNMPTN. Mahasiswa yang lolos dari jalur seleksi SNMPTN dikelompokkan ke dalam kelas reguler dan kerabat saya yang lolos dari jalur seleksi UM ke dalam kelas non reguler. Pembagian kelas berdasarkan jalur masuk ini adalah awal dari diskriminasi pemberian beasiswa ini.
Komposisi pembagian kelas reguler dan non reguler membuat mahasiswa yang termasuk dalam kelas reguler mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Mereka diutamakan untuk dapat mengajukan dan menerima beasiswa dari berbagai penawaran beasiswa yang tersedia. Berdasarkan data teradapat 17 beasiswa yang ditawarkan di PTN tersebut, di antaranya Beasiswa PPA, BBM, Supersemar, Bank Indonesia, dan banyak lagi.[1] Hal ini menimbulkan paradigma di kalangan mahasiswa baik reguler dan non reguler bahwa wajar bagi mereka dari kelompok reguler mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam menerima beasiswa karena dinilai lebih kompeten dan masuk melalui jalur seleksi ketat SNMPTN dengan peminat yang jauh lebih banyak dibandingkan jalur UM. Pandangan tentang mahasiswa kelompok non reguler yang berasal dari keluarga mampu dan tidak memerlukan bantuan finansial seperti beasiswa juga sangat kuat pada PTN tersebut.
Kerabat saya yang berkuliah di jurusan Psikologi universitas tersebut pernah mengalami ketidakadilan pemberian beasiswa ini. Dia ingin mengikuti salah satu program beasiswa di PTN tersebut akan tetapi secara terang-terangan ditolak bagian administrasi PTN tersebut dengan alasan merupakan mahasiswa dari kelompok non reguler. Padahal dalam kriteria pengajuan beasiswa tersebut hanya didasarkan atas nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) SMA tanpa menyebutkan beasiswa tersebut untuk mahasiswa golongan menengah ke bawah. Pekerjaan orang tua kerabat saya juga hanya sebagai wiraswasta pemilik distribusi koran dengan penghasilan di bawah 4 juta sebulan. Sedangkan teman kerabat saya yang termasuk mahasiswa kelompok non reguler di universitas tersebut mengajukan beasiswa yang sama dengan latar belakang keluarga mampu dan penghasilan orang tua diatas 6 juta sebulan diijinkan untuk mengikuti beasiswa tersebut. Pada akhirnya teman kerabat saya tersebutlah yang mendapatkan beasiswa tersebut, padahal setelah dikonfirmasi hasil nilai  UAN teman kerabat saya tersebut lebih rendah dari hasil nilai UAN kerabat saya.[2]
Praktik diskriminasi di PTN ini ternyata telah berlangsung lama. Tak hanya terjadi pada tahun kerabat saya saja, akan tetapi sudah menjadi hal turun temurun di PTN tersebut. Dalam sejarahnya tidak ada mahasiswa non reguler yang diperbolehkan mengajukan beasiswa atau bahkan kalaupun ada konsekuensinya tidak akan lolos. Peristiwa ini menurut saya sebagai contoh tindakan diskriminasi. Mengapa? Mari kita lihat arti diskriminasi itu sendiri.

“Diskriminasi menurut Pasal 39 Tahun 1999 ayat 1 adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.[3]"

Dari pengertian tersebut jelas bahwa pemberian beasiswa yang dialami oleh kerabat saya merupakan salah satu contoh praktik diskriminasi. Perlakuan berbeda yang dilihat dari kelompok, golongan, status ekonomi dan sosial yang dilakukan PTN tersebut berdampak pada pengurangan hak asasi manusia dalam mendapatkan keadilan yang sama yang dialami oleh kerabat saya. Alangkah lebih baiknya jika setiap PTN atau badan maupun dalam memberikan program penawaran beasiswa tidak sampai terjadi praktik diskriminasi. Beasiswa yang bertujuan membantu mahasiswa dalam meningkatkan mutu pendidikan seharusnya dapat dinikmati seluruh warga negara secara adil dan kompetitif. Cita - cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dimulai dari lingkup lembaga pendidikan dengan bimbingan tenaga pendidik yang dapat dilihat dari lingkungan universitas dan harus diwujudkan secara jujur dan adil untuk membentuk generasi penerus dan pembangun bangsa.


[1] Website Universitas Negeri Jakarta (UNJ), “Beasiswa”, diakses dari http://www.unj.ac.id/web.php?module=informasi&smenu=6&sinfo=3, tanggal 25 Maret 2012 pukul 22.14
[2] Pernyataan tersebut didasarkan pengakuan narasumber yang sengaja tidak disebutkan nama, universitas dan tahun angkatan.
[3] Asian Human Rights Commission, Indonesia, "Undang - Undang No. 39 Tahun 1999", diakses dari http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/hrlaw/19, tanggal 25 Maret 2012 pukul 23.11

0 komentar:

Posting Komentar