Senin, 26 Maret 2012

Diskriminasi rasial di Malioboro

Gita Rosemarreta
11/312062/SP/24483

Diskriminasi Rasial di Malioboro
Dalam kehidupan sehari-hari, diskriminasi masih sering terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa macam bentuk diskriminasi yang secara tidak langsung terkadang kerap terjadi di sekitar kita. Misalnya saja diskriminasi rasial. Jika kita amati, sebenarnya diskriminasi rasial masih sering terjadi di Indonesia, terutama di kota-kota atau tempat-tempat tertentu yang masih sangat kental nilai budayanya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor multikultural yang ada di Indonesia dimana setiap orang ingin lebih mengutamakan etnisnya.           
Yogyakarta merupakan salah satu kota dimana diskriminasi rasial jelas terjadi, terutama di pusat-pusat pariwisatanya. Sebagai contoh, saya mengambil Malioboro yang merupakan satu dari beberapa tempat tujuan pariwisata para pelancong yang datang ke Yogyakarta. Seperti yang kita ketahui, di Malioboro terdapat banyak pedagang yang menjual aneka kerajinan khas Yogyakarta sebagai souvenir. Namun sayangnya, diskriminasi rasial selalu terjadi. Bentuk dari diskriminasi rasial tersebut yaitu adanya perbedaan harga yang diberikan oleh para pedagang kepada para pembeli. Para pedagang di Malioboro cenderung akan memberikan harga yang mahal kepada para pembeli yang bukan merupakan penduduk asli Yogyakarta dan memberikan harga yang murah kepada para pembeli yang merupakan penduduk asli Yogyakarta. Bahkan para pedagang akan memberikan harga yang sangat mahal kepada para wisatawan asing.
Perbedaan harga yang diberikan oleh para pedagang kepada para pembeli tersebut tentu merugikan para pembeli. Mereka mendapatkan barang yang sama dengan kualitas yang sama, namun dengan harga yang jauh berbeda. Akibatnya, timbullah rasa ketidak adilan karena perbedaan ras yang ada. Padahal selama ini, sedari kecil selalu ditanamkan dalam pikiran kita untuk menjunjung tinggi bhineka tunggal ika yang merupakan semboyan negara kita. Namun sayangnya, semboyan hanyalah semboyan. Dalam kenyataannya, diskriminasi karena perbedaan ras masih terus berjalan hingga saat ini.
Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa tidak nyaman dengan diskriminasi rasial yang terjadi Malioboro. Bukan hanya karena diskriminasi yang dilakukan oleh para pedagang kepada warga Indonesia sendiri yang memiliki etnis berbeda, tapi juga diskriminasi rasial kepada para wisatawan asing. Karena menurut saya, semua orang, tidak tergantung suku bangsanya, berhak mendapat harga barang yang sama sesuai dengan jenis dan kualitas barang. Apabila diskriminasi ini terus berlangsung, tentu banyak orang akan merasa dirugikan. Seeorang bisa saja mendapat barang dengan kualitas yang bagus dengan harga yang murah, di sisi lain, ada orang yang mendapat barang dengan kualitas yang kurang baik tetapi dengan harga yang sangat mahal.

Mungkin budaya seperti ini sulit dihilangkan karena sudah menjadi kebiasaan di negeri kita. Namun hendaknya kita sebagai generasi muda lebih menyadari diskriminasi rasial yang sebenarnya kerap terjadi di kehidupan seharh-hari tanpa kita sadari. Sehingga kedepannya kita dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut dan terciptalah keadilan yang benar-benar adil bagi seluruh masyarakat sesuai dengan pancasila sila ke-lima. Keadilan yang perlu di perhatikan bukan hanya dalam skala tinggi seperti dalam pemerintahan tetapi juga dalam hal-hal kecil di kehidupan bermasyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar