Minggu, 25 Maret 2012

DISKRIMINASI POSITIF TERHADAP KAUM DIFABEL. STUDI KASUS: FASILITAS TRANS JOGJA

Paska B. Darmawan
11/311514/SP/24397

Keberadaan kaum difabel di sekitar kita bukanlah suatu hal yang asing. Mereka merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan. Kaum difabel memiliki kebutuhan khusus yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, sehingga mereka membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah. Namun kenyataannya, sebagian besar pemerintah dan masyarakat di Indonesia masih belum memberikan perhatian lebih terhadap kebutuhan kaum difabel. 

Salah satu contohnya adalah belum tersedianya fasilitas transportasi umum khusus untuk kaum difabel yang memadai di Yogyakarta. Di beberapa halte Trans Jogja, ram[1] yang ada sebagian besar tidak layak pakai karena terlalu curam. Selain itu, beberapa ram yang disediakan juga berbatasan langsung dengan pohon, tiang, atau penghambat lainnya sehingga pengguna kursi roda tidak bisa menggunakan ram tersebut, contohnya adalah halte di Jalan Brigjen Katamso. Perbedaan ketinggian antara halte dan pintu bus juga menjadi hambatan bagi penyandang tuna daksa dalam menggunakan jasa bus Trans Jogja.[2] Penyandang tuna netra juga tidak disediakan papan informasi dengan huruf braille maupun sistem informasi audio sehingga mereka seringkali kesulitan dalam menentukan trayek untuk mencapai tempat tujuan mereka. Ruang di dalam bus Trans Jogja yang terlalu sempit menyulitkan para pengguna kursi roda apabila kondisi di dalam bus sedang penuh penumpang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum menyediakan fasilitas pendukung bagi kaum difabel secara optimal.

Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melakukan diskriminasi positif dalam hal penyediaan fasilitas transportasi bagi kaum difabel.  Hal ini sesuai dengan UU no. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yaitu pasal 10 tentang aksesibilitas dan PP no. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, yaitu pasal 9 sampai dengan pasal 22 tentang penyediaan sarana dan prasarana umum. Kewajiban pemerintah untuk melakukan diskriminasi positif juga dinyatakan dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities, terutama dalam pasal 9 tentang aksesibilitas dan pasal 20 tentang mobilitas personal.  Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum difabel memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas khusus, sehingga pemerintah perlu menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang mobilisasi para kaum difabel, antara lain seperti ram, elevator khusus pengguna kursi roda, dan petunjuk yang menggunakan huruf braille. Masyarakat dalam hal ini juga berkewajiban untuk membantu kaum difabel sehingga mereka dapat melakukan aktivitas mereka layaknya masyarakat lain pada umumnya.

___________________________

[1] Ram adalah bidang miring yang dibuat khusus untuk lintasan kursi roda
[2] “Bus dan Halte Trans Jogja tak Ramah Difabel”, Tribun Jogja, Kamis, 3 Februari 2011, http://jogja.tribunnews.com/2011/02/03/bus-dan-halte-trans-jogja-tak-ramah-difabel, diakses Minggu, 25 Maret 2012 pukul 13.22

0 komentar:

Posting Komentar