Kamis, 22 Maret 2012

Sikap Diskriminasi di Sekitar Kita: Fenomena Wanita Bercadar

Dian Nurlaili (11/311757/SP/24429)


Indonesia sebagai negara multikultural yang memiliki beragam suku, agama, budaya dan bahasa memiliki peluang besar terjadinya tindak diskriminasi. Meski Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang telah ditanamkan sejak bangsa ini lahir, bukan berarti tindakan diskriminasi sama sekali tidak terjadi di negara ini. Perilaku diskriminasi yang berarti adanya pembedaan sikap dan perilaku terhadap sesama manusia yang dikarenakan perbedaan agama, suku, ras, warna kulit golongan dan sebagainya terbukti masih eksis di Indonesia.[1] Lihat saja keadaan di sekitar kita, apabila ada seorang wanita muslim yang mengenakan cadar sudah tentu banyak orang disekitarnya yang melihat dengan tatapan “aneh”. Hal seperti ini melahirkan sikap diskriminasi di masyarakat.
Di Bantul, daerah tempat tinggal saya, tidak sulit untuk menemukan wanita yang mengenakan cadar. Bahkan saya sendiri sering mendengar komentar miring masyarakat tentang mereka. Sebagian besar kalangan masyarakat menganggapnya sebagai golongan Islam garis keras yang identik melakukan tindak kekerasan seperti terorisme. Tuduhan ini mungkin berangkat dari berita pemboman di media yang mengekspos secara besar-besaran bahwa tindak terorisme kebanyakan dilakukan oleh golongan ini. Miris memang ketika mendengarkan komentar-komentar ini. Bisa jadi tuduhan masyarakat terhadap mereka sama sekali salah. Terlepas dari para wanita tersebut memakai cadar atau tidak, hal ini merupakan hak mereka sebagai manusia untuk bebas berekspresi. Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia telah jelas mengatur kebebasan berekspresi rakyatnya dalam pasal 28 UUD 1945.[2] Apalagi memakai cadar memang sudah diatur dalam Islam yang merupakan agama resmi di Indonesia. Jadi, perilaku menghargai para pemakai cadar merupakan sikap toleransi antar umat beragama yang wajib dijalankan oleh masyarakat Indonesia.
Dalam Islam hukum memakai cadar adalah sunah. Jadi bagi para wanita muslim yang mengenakan cadar karena ingin menutup aurat, kita sebagai sesama manusia harus menghormati keyakinannya tersebut. Bukankah pendidikan di Indonesia  menanamkan sikap tenggang rasa sejak kecil? Jadi kenapa tidak kalau kita sebagai bagian dari masyarakat berusaha mengimplementasikan hal tersebut. Apabila terbangun tenggang rasa yang baik dalam masyarakat, maka bangsa Indonesia tidak akan mudah terpecah belah dan hancur. Karena fenomena pemakaian cadar oleh wanita muslim bisa saja dimanfaatkan oknum tertentu untuk menjatuhkan Islam dan memecah belah bangsa ini.
Wanita yang mengenakan cadar cenderung dijauhi oleh masyarakat. Mereka di cap sebagai aliran sesat sehingga masyarakat berusaha menjaga jarak dengan para pemakai cadar. Kemudian masyarakat juga menganggap bahwa wanita bercadar cenderung sulit bersosialisasi dan menutup diri terhadap masyarakat sekitar, serta hanya bersedia bergaul dengan golongannya. Stigma seperti ini yang harus dihilangkan. Karena ada pula wanita bercadar yang bersedia bergaul dengan masyarakat sekitar. Namun yang terjadi malah masyarakat tersebut cenderung membatasi pergaulannya dengan mereka. Sehingga menjadi tidak mudah bagi wanita pemakai cadar untuk melewati dinding-dinding pembatas antara ia dan masyarakat sekitar. Kemudian bagi yang masih belum membuka diri dengan masyarakat, bisa sedikit demi sedikit bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya gap yang terlampau jauh di masyarakat. Apabila dalam masyarakat Indonesia telah terbangun rasa saling menghargai dan tenggang rasa yang tinggi, maka diharapkan persatuan dan kesatuan bangsa yang terjalin semakin kuat. Sehingga nantinya negara ini akan lebih cepat maju serta dapat meminimalisir adanya tindakan oknum-oknum yang mencoba memecah belah negara Indonesia.



[1] “Definisi ‘Diskriminasi’” diakses dari http://www.artikata.com/arti-325404-diskriminasi.html, pada tanggal 22 Maret 2012 pukul 18.17
[2] “Kebebasan Berekspresi yang Terkungkung Aturan” diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13491/kebebasan-berekspresi-yang-terkungkung-aturan, pada tanggal 22 Maret 2012 pukul 19.15

0 komentar:

Posting Komentar