Rabu, 21 Maret 2012

Tugas II : Diskriminasi di Sekitar Kita


Rizqie Aulia Febriana
11/317789/SP/24679
            Sejak kecil hingga masa SMP saya tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Tengah bernama Boyolali. Boyolali merupakan suatu kabupaten kota yang terletak di antara kota Semarang dan Solo. Letaknya yang berada di kaki gunung Merapi membuat kota ini terkenal akan hasil buminya, terutama produksi susu sapi. Bahkan Boyolali dijuluki kota susu oleh banyak orang.
Penduduk kota Boyolali kebanyakan merupakan suku Jawa asli yang lahir dan besar di daerah ini. Jumlah pendatang tidak begitu banyak, mengingat kota ini letaknya jauh dari kota-kota besar dan bukan merupakan magnet ekonomi bagi daerah sekitarnya. Perekonomian kota ini ditopang oleh sistem ekonomi tradisional. Kebanyakan penduduk bermatapencaharian petani atau peternak sapi.
Dengan komposisi penduduk yang homogen, diskriminasi di Boyolali bisa dibilang sangat sedikit. Kultur Jawa yang kental mendominasi falsafah hidup masyarakat Boyolali, sehingga toleransi dan tenggang rasa menjadi salah satu sifat dan sikap yang banyak dijumpai pada penduduk di sana.
Sifat dasar orang Jawa yang cenderung terbuka dengan hal baru membuat perbedaan agama, kelas sosial maupun etnis tidak menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Boyolali. Walaupun jumlah pendatang tidak terlalu banyak, namun keberadaan mereka diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Boyolali.
Namun, bukan berarti diskriminasi tidak ada sama sekali di wilayah ini. Salah satu hal yang menurut saya diskriminatif adalah ketiadaan fasilitas bagi para penyandang cacat. Mungkin hal ini dapat dimaklumi, mengingat tingkat pembangunan, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan sosial budaya di kota ini belum terlalu maju. Tetapi hal tersebut seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah daerah untuk mengabaikan hak para penyandang cacat untuk mendapatkan fasilitas khusus.
Ketiadaan fasilitas ini dapat dilihat salah satunya dari tidak adanya kamar mandi khusus difabel di gedung-gedung pemerintahan di kota Boyolali. Akses masuk ke gedung-gedung pemerintahan pun bisa dibilang menyulitkan para penyandang cacat, dengan tidak adanya jalan landai yang dapat dilalui oleh penyandang cacat yang memakai kursi roda.
Ketiadaan fasilitas bagi para penyandang cacat di suatu daerah bisa dikategorikan sebagai suatu bentuk diskriminasi mengingat negara Indonesia telah menjamin hak-hak penyandang cacat, seperti yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997. Dalam Undang Undang tersebut, terutama dalam pasal 5 disebutkan bahwa,
“Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan” 1
Hal tersebut menunjukkan bahwa penyandang cacat juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam bidang sosial pun, stereotype masyarakat Boyolali terhadap penyandang cacat masih sebagai kelompok masyarakat yang harus dihindari dan dijauhi, bukan untuk dibantu. Bahkan di lingkungan tempat tinggal saya, ada seorang warga yang memiliki anak yang merupakan seorang penyandang cacat (tuna grahita) yang menyembunyikan anaknya jauh-jauh dari masyarakat dengan dalih menyekolahkannya. Padahal jelas-jelas anak itu berada di rumah dan tidak diperbolehkan keluar rumah oleh orang tuanya.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur masyarakat sendiri kadang menempatkan para penyandang cacat sebagai kalangan yang tidak pantas dan menjadi sumber petaka serta menimbulkan rasa malu bagi keluarganya.
Padahal dalam pasal 16 hingga 27 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997, diuraikan mengenai upaya pemerintah dalam pemberdayaan penyandang cacat, yaitu meliputi rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial serta upaya pembinaan dan pentingnya peran masyarakat dalam pemberdayaan penyandang cacat. 2
Uraian di atas menunjukkan bahwa pemberdayaan penyandang cacat tidak hanya membutuhkan peran pemerintah saja, namun juga peran masyarakat sebagai elemen yang bersentuhan langsung dengan penyandang cacat dalam kehidupan sehari-hari.


0 komentar:

Posting Komentar