Minggu, 04 Maret 2012

Review Magna Charta


Review Magna Charta
M. Irfan Ardhani
11/311451/SP/24387
 

Sebagaimana kita ketahui, Magna Carta adalah salah satu dokumen terpenting dalam sejarah perkembangan hak asasi manusia. Magna Carta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.[1] Meskipun begitu, Magna Carta tidak hanya bisa dipahami sebagai dokumen mengenai HAM . Dalam hal ini, Magna Carta juga bisa dipahami dari perspektif konstitusi. Oleh karena itu, review ini akan membahas tentang peran Magna Carta sebagai manifestasi dari konstitusionalisme yang mampu melindungi hak asasi manusia.
Sebelum menginjak pada pembahasan utama, sebaiknya kita pahami dulu kandungan dari Magna Carta. Secara garis besar, Magna Carta  berisi dua hal penting. Hal pertama ialah janji raja untuk menghormati hak-hak gereja di Inggris. Hal kedua ialah janji raja untuk menghormati hak-hak penduduk. Hak-hak penduduk yang dimaksud di sini seperti penghormatan penagih pajak terhadap hak-hak penduduk, polisi dan jaksa yang tidak boleh menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah, kesediaan raja untuk mengoreksi kesalahan ketika ada orang yang terlanjur  ditahan tanpa perlindungan hukum, dan sebagainya. 
Dalam hal ini, kita mengetahui bahwa Raja John pada masa itu adalah kepala negara dan kepala pemerintahan Inggris. Sebagai raja, kekuasaan yang dimiliki John tidak terbatas atau dengan kata lain absolute.  Oleh karena itu, bisa kita maknai bahwa John adalah representasi dari negaranya.
Setiap negara  pasti memiliki tujuan tertentu. Salah satunya adalah pendapat yang dikemukakan oleh Roger H. Soltau. Beliau berpendapat bahwa tujuan negara ialah: “Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.”[2] Di samping itu, menurut Miriam Budiardjo, negara memiliki fungsi-fungsi yang mutlak perlu diselenggarakan, yaitu: melaksanakan penertiban (law and order); mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya; pertahanan; dan menegakkan keadilan.
 Mustahil rasanya bagi rakyat untuk menyelenggarakan  daya ciptanya sebebas mungkin tanpa adanya sebuah perlindungan  yang memiliki kepastian. Apalagi jika rakyatnya hidup dalam negara yang dipimpin oleh raja yang kekuasaannya absolute. Karena seperti yang kita tahu, “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalagunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang terbatas pasti akan menyalahgunakannya secara tak terbatas pula.”[3] Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah hukum yang mampu menjamin kebebasan daya cipta rakyat. Dalam hal ini, konstitusionalisme mampu menampung gagasan tersebut. Ide pokok dari konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah perlu dibatasi kekuasaannya (the limited state), agar penyelenggaraannya tidak sewenang-wenang.[4]
Di sini konstitusionalisme menjadi ide yang mampu menjaga hak-hak rakyat, tidak terkecuali HAM. Negara sebagai institusi utama yang dituntut untuk mampu memberikan HAM pada rakyatnya dapat terakomodasi oleh konstitusionalisme. Dengan adanya pembatasan kekuasaan melalui dokumen tertulis, hak-hak masyarakat khususnya mengenai HAM akan jelas wujudnya. Selain itu, akan ada kejelasan akan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terdapat HAM itu sendiri.
Pada tahun 1215, Magna Carta hadir sebagai sebuah dokumen yang mampu membatasi hak-hak seorang raja. Hal ini tercermin pada berbagai pasal Magna Carta yang garis besarnya telah dipaparkan di atas. Ini adalah sebuah terobosan besar pada zamannya.  Meskipun belum sempurna, Magna Carta di dunia Barat dipandang sebagai awal gagasan konstitusionalisme serta pengakuan terhadap kebebasan dan kemerdekaan rakyat. Di samping itu, dokumen yang bisa dimaknai sebagai dokumen kenegaraan ini menegaskan bahwa negaralah organisasi yang mampu menjamin tersedianya HAM bagi rakyatnya.
Pada akhirnya, kita bisa menyimpulkan bahwa Magna Carta merupakan tonggak utama dalam pembatasan kekuasaan seorang raja. Dengan adanya Magna Carta, negara dimungkinkan untuk memenuhi fungsinya yakni melaksanakan penertiban. Di samping itu, tugas negara, untuk memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin bisa dilakukan.


[1]M.Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, p.109.
[2] R.H. Soltau, An Introduction to Politics, p. 253.
[3] Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, p. 107.
[4] Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, p. 171.

0 komentar:

Posting Komentar