Senin, 05 Maret 2012



REVIEW MAGNA CHARTA

 Chairanisa
11/313985/SP/24595

Ham merupakan hak setiap manusia yang mereka dapat sejak lahir dan tidak di lepaskan dari manusia itu sendiri. Ham juga tidak mengenal siapa yang kaya dan siapa yang miskin, siapa yang mempunyai kekuasaan dan siapa yang tidak. Awal mula topik ham mulai di perjuangkan ketika piagam magna charta di cetuskan pada 15 Juni 1215.[1] Tercetusnya piagam ini bermula ketika Raja John Lackland yang menggantikan Raja Richard berprilaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Karena pada saat itu masih berlaku sistem kerajaan absolut dimana seorang raja yang membuat aturan hukum namun ia tidak terikat dengan aturan itu sendiri,[2] maka rakyat pun tidak bisa memprotes atau memberontak Raja John pada saat itu. Para bangsawan pun mulai tidak senang dengan prilaku Raja John lalu mereka berhasil membuat Raja John menandatangani piagam magna charta. Secara garis besar dari 63 pasal piagam ini berisi tentang pembatasan kekusaan dan hak raja terhadap rakyatnya yaitu raja tidak bisa merampas kekayaan milik rakyatnya tanpa proses hukum terlebih dahulu, [3] raja memberikan kebebasan terhadap gereja inggris, petugas pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
Magna charta menjadi awal ham mulai diperjuangkan di dunia. Setelah magna charta di cetuskan bill of rights juga dicetuskan pada tahun 1989, juga terjadi banyaknya  pelanggaran ham selama perang maka setelah perang dunia kedua lahirlah rumusan ham yang bersifat universal yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang ciptakan oleh PBB tahun 1948[4]. Piagam magna charta juga mempengaruhi ikut mempengaruhi undang-undang Indonesia, salah satunya terdapat pada pasal 28I ayat 2 yang berisi
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskri­minatif atas dasar apapun dan berhak mendapat­kan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat dis­kri­mi­natif itu”.[5]

 Jika kita lihat secara baik-baik maka isi dari pasal 28I ini hampir sama dengan salah satu pasal yang berada pada magna charta yaitu raja ridak boleh menahan rakyatnya tanpa proses hukum terlebih dahulu. Bedanya pada pasal 28I ini lebih menekankan pada masalah kebebasan dari perlakuan diskriminatif bagi semua rakyat tanpa terkecuali. Walaupun pada kenyataannya dalam memperjuangkan ham itu sangat susah, seperti di Indonesia meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia tapi tetap saja masih banyak terjadi pelanggaran hak asasi dimana-mana.
            Setidaknya magna charta telah berhasil menjadi contoh yang real bagi rakyat untuk mau memperjuangkan hak nya masing-masing dan juga magna charta menjadi seperti tonggak penegakkan ham di dunia karena isi dari piagam itu tersebut seperti memberikan inspirasi bagi seluruh masyarakat di dunia untuk bangkit dan memperjuangkan hak nya masing-masing

0 komentar:

Posting Komentar