Minggu, 04 Maret 2012

Review: Magna Carta


Ario Bimo Utomo

11/311541/SP/24398


            Magna Carta, The Great Charter dalam bahasa Inggris, ataupun Piagam Agung dalam bahasa Indonesia, merupakan sebuah piagam penting yang memuat konsep-konsep mengenai Hak Asasi Manusia. Piagam ini dikeluarkan pada 1215 sebagai reaksi kaum gereja Anglikan terhadap penyalahgunaan kekuasaan monarki absolut oleh Raja John Lackland dari Inggris.
            Piagam ini pada dasarnya mengandung beberapa perihal tentang pembatasan kekuasaan raja, serta pengukuhan adanya supremasi hukum di dalam pelaksanaan sistem kerajaan. Dengan dikeluarkannya piagam ini, raja memiliki kewajiban untuk menghormati hak-hak rakyatnya dan tata hukum yang berlaku. Kewajiban itu juga meliputi peraturan pemungutan pajak, perbudakan, prosedur kepolisian, serta perlindungan hukum[1]
            Ditandatanganinya Magna Carta merupakan sebuah langkah awal yang signifikan dari munculnya sistem monarki konstitusional, khususnya sebelum era nationstate muncul pasca The Treaty of Westphalia pada abad XVII.
            Namun, di sisi lain, menurut saya Magna Carta juga memiliki sisi yang kontroversial. Hal yang mencolok adalah fakta bahwa kesepakatan yang diambil ini merupakan sebuah hasil dari pemaksaan dari kaum aristokrat Inggris terhadap raja[2]. Hal ini merupakan sebuah ironi, karena sebagai piagam yang memuat konsep tentang kebebasan dan hak individual, Magna Carta rupanya harus diawali oleh sebuah pengkhianatan terhadap penguasa sendiri, bukan melalui sebuah teknis diplomasi yang lebih halus.
            Dalam kajian Hak Asasi Manusia dan demokrasi, Magna Carta memegang peranan yang sangat penting karena dianggap sebagai cikal bakal Hak Asasi Manusia serta landasan kebebasan individu terhadap kesewenangan penguasa. Dalam kelanjutannya, Magna Carta umumnya disinergikan dengan Bill of Rights yang menghubungkan antara konstitusi dengan penegakan hak asasi rakyat agar terhindar dari kesewenangan kekuasaan.[3]

        Pada relevansinya dengan hukum konstitusi di Indonesia, Magna Carta dapat dipandang sebagai cikal bakal dirumuskannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengambil salah satu poin dari Magna Carta yakni mengenai pemrosesan pelaku tindak pidana yang harus melalui sederet tata cara dan pembuktian, serta pasal 39 mengenai pemutusan tindak pidana dan perlindungan terhadap pelaku pelanggaran hukum yang harus diserahkan kepada negara.



[1]  Diantari, Ni Wayan Dyta. 2008. Makalah: Sejarah Hak Asasi Manusia. www.emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/

[2] Tokoh Indonesia – KUHP - Magna Carta, Penjahat?. www.tokohindonesia.com/publikasi/article/322-opini/3725-kuhp-magna-carta-penjahat-

[3] Tansey, Stephen D, dan Nigel Jackson. 2008. Politics: The Basics. Oxon: Routledge.

0 komentar:

Posting Komentar