Paska B. Darmawan
11/311514/SP/24397
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights
merupakan salah satu dokumen formal mengenai hak asasi manusia. DUHAM diresmikan
oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948 atas dasar adanya berbagai macam
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, terutama akibat
Perang Dunia II. DUHAM tidak memiliki kekuatan yang mengikat secara legal
formal, akan tetapi DUHAM merupakan dokumen resmi internasional yang telah
diadopsi ke dalam konstitusi dan undang-undang di berbagai negara.[1]
DUHAM juga menjadi sumber bagi perjanjian-perjanjian mengenai hak asasi manusia
yang mengikat seperti International
Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR), Convention on the Rights of the Child (CRC),
dan the International Covenant of
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).[2]
DUHAM berisi penjelasan dasar tentang hak asasi manusia.
Pada pembukaan DUHAM dijelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap hak
asasi manusia untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan
manusia. Pasal 1 dan 2 menjelaskan bahwa tiap manusia lahir dalam keadaan
merdeka dan memiliki hak serta martabat yang sama. Tiap manusia juga berhak
atas kebebasan tanpa adanya perbedaan ras, etnis, agama, dan lain-lain.
Selanjutnya, pasal-pasal dalam DUHAM dapat dibagi menjadi tiga bagian. Yang
pertama adalah pasal-pasal yang mengatur tentang hak sipil dan politik, sering
juga disebut sebagai generasi pertama hak asasi manusia. Bagian ini mencakup
dari pasal 3 sampai dengan pasal 21. Yang kedua adalah pasal-pasal yang
mengatur tentang hak sosial, ekonomi, dan budaya, sering juga disebut sebagai
generasi kedua hak asasi manusia. Bagian ini mencakup dari pasal 22 sampai
dengan pasal 27.[3] Bagian
terakhir, yaitu dari pasal 28 sampai dengan 30 menjelaskan tentang penerapan
dan aturan lebih lanjut mengenai DUHAM.
Bagian pertama dari DUHAM mengatur tentang hak seseorang
untuk hidup aman, bebas dari segala macam perbudakan dan perdagangan manusia,
serta tidak diperlakukan secara kejam (pasal 3 sampai dengan 5). Dalam bagian
ini juga dijelaskan tentang hak dalam bidang hukum, antara lain tentang
kedudukan tiap orang di mata hukum dan adanya pemberlakuan asas praduga tak
bersalah (pasal 6 sampai dengan 12). Selain itu juga diatur tentang hak sipil
dan politik yang berkaitan dengan negara, di antaranya adalah hak untuk
mobilisasi lintas batas negara, freedom
of speech, dan hak untuk berpartisipasi dalam politik di suatu negara
(pasal 13 sampai dengan 21). Bagian kedua DUHAM berisi tentang adanya hak
memperoleh pekerjaan yang layak dan pembatasan jam kerja (pasal 23 dan 24), hak
memiliki kehidupan yang layak meliputi sandang, pangan, papan, dan berbagai
macam layanan sosial seperti layanan kesehatan dan pendidikan (pasal 25 dan
26), dan hak untuk mengembangkan seni, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi (pasal 27).
DUHAM tidak terlepas dari kritik yang dilontarkan beberapa
pihak. DUHAM dianggap tidak mewakili budaya dan pandangan timur, terutama
budaya muslim, dan hanya melihat hak asasi manusia dari satu sisi, yaitu dari budaya
Judeo-Christian. Hal ini memicu
disetujuinya Cairo Declaration on Human
Rights in Islam (CDHRI) pada tanggal 5 Agustus 1990 oleh negara-negara
anggota OKI.[4] Selain
itu, sifatnya yang tidak mengikat juga menyebabkan adanya berbagai macam
tindakan pemerintah yang melanggar DUHAM, contohnya adalah diskriminasi
terhadap etnis Tionghoa di Indonesia dan One
Child Policy di China yang melanggar pasal 25 poin kedua tentang
perlindungan ibu dan anak.
Meskipun demikian, DUHAM merupakan turning point bagi perjuangan para aktivis hak asasi manusia. Berbagai macam konferensi dan perjanjian tentang hak asasi manusia mulai diadakan tak lama setelah DUHAM dideklarasikan. Isu-isu HAM kontemporer seperti isu LGBTQ pun semakin gencar diperbincangkan. DUHAM juga menjadi acuan bagi para pemerintah untuk membuat kebijakan publik yang mampu memenuhi hak asasi masyarakatnya secara keseluruhan. Dengan adanya DUHAM diharapkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi pada masa penjajahan maupun perang dunia tidak akan terulang kembali.
___________________________
[1]
John Dugard, "The Influence of Universal Declaration as
Law", Maryland Journal of
International Law Vol. 24:85 2009, halaman 85
[2]
Australian Human Rights Comission, "What is the Universal Declaration of Human Rights?",
http://www.hreoc.gov.au/human_rights/UDHR/what_is_UDHR.html, diakses pada
tanggal 03 Maret 2012
[3]
Lukman Harees, The
Mirage of Dignity on the Highways of Human ‘Progress’, AuthorHouse, 2012,
halaman 135
[4]
David Littman, "Universal Human Rights and Human Rights
in Islam", http://www.dhimmitude.org/archive/universal_islam.html,diakses
pada tanggal 03 Maret 2012
0 komentar:
Posting Komentar