Sabtu, 03 Maret 2012

Review : Magna Carta


Nama         : Meilinda Sari Yayusman
NIM           :11/312161/SP/24501

Magna Carta (The Great Charter)
Raja John merupakan raja Inggris yang berkuasa di abad pertengahan dengan kekuasaan besar yang ia miliki untuk mengatur negaranya. Kekuasaan yang ia miliki tersebut banyak digunakan secara semena-mena sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat. Pemungutan pajak yang berlebihan kepada rakyat untuk mempertahankan wilayah jajahannya di Perancis merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan kepada rakyatnya. Beberapa tindakan Raja John yang semena-mena ini membuat Paus marah akan Raja John dan melarang semua pelayanan gereja di Inggris pada tahun 1207.[1] Pemungutan pajak yang tinggi, kebebasan untuk beribadah, dan bentuk pelanggaran kekuasaan lainnya yang dilakukan Raja John, akhirnya menuai responsi dari para baron dan Paus sehingga Raja John harus menandatangani sebuah perjanjian besar yang dinamakan Magna Carta pada 15 Juni 1215.
Magna Carta memuat sebuah prinsip bahwa tidak ada seorangpun yang berada di atas hukum termasuk raja atau pembuat hukum itu sendiri. Magna Carta ini terdiri dari 63 butir pasal penyataan yang mengedepankan bagaimana seorang raja bertindak kepada rakyatnya. Pada butir-butir awal membahas tentang kebebasan melakukan pelayanan di seluruh gereja katolik yang semula sempat dilarang sebagai bentuk responsi tindakan Raja John. Butir dalam Magna Carta selanjutnya menjelaskan tentang hukum yang bersifat baik dan adil. Tidak ada seorangpun yang akan dikenai biaya jika ingin menuntut keadilan dalam hukum. Sedikit banyak isi dalam Magna Carta memuat hal-hal mengenai bagaimana rakyat diperlakukan oleh negara dibawah hukum yang baik sehingga kesengsaraan dan ketidakadilan tidak menyelimuti mereka seperti dulu.
Perjanjian Besar atau Magna Carta ini membawa pengaruh bagi rakyat Inggris dan merupakan awal mula dari pembuatan hukum konstitusional yang banyak dicontoh oleh negara-negara lain di dunia. Magna Carta ini membawa rakyat menjadi lebih bebas dan mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya. Pasal 25[2] yang menyatakan bahwa tidak ada biaya sewa tambahan di wilayah manapun, merupakan upaya untuk membantu rakyat yang dahulu seringkali dipungut biaya pajak yang berlebihan oleh raja. Melengkapi dalam pasal 39 Magna Carta yang memuat bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dipenjara atau dihukum tanpa dilandasi hukum yang tepat, hal ini merupakan salah satu bukti bahwa perjanjian ini mengubah pemerintahan yang bersifat monarki absolut menjadi berlandaskan hukum yang berlaku. Magna Carta dengan isi yang membahas tentang rakyat bebas, wanita janda, dan bahkan para penjaga ini benar halnya dibentuk dalam rangka memperjuangkan hak-hak rakyat yang diselimuti kesengsaraan. Magna Carta membentuk kesadaran bahwa hukum sangatlah penting bagi sebuah sistem pemerintahan yang berjalan disuatu negara, termasuk tanah air Indonesia, karena tidak ada seorangpun yang berada di atas hukum yang berlaku dan sebuah negara akan lebih tertata dengan berlandaskan hukum yang adil dan baik. Serta, Magna Carta yang menjadi salah satu sumber formal hak asasi manusia, memberikan bukti bahwa hak asasi manusia sangatlah penting untuk dijunjung tinggi disetiap belahan dunia manapun, mengingat masih banyak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi hingga saat ini.

Sumber 

[1] History Learning Site, Medieval England, Magna Carta (online), <http://www.historylearningsite.co.uk/magna_carta.htm>, diakses pada 2 Maret 2012.
[2] Britannia History, Magna Carta (online), <http://www.britannia.com/history/docs/magna2.html>, diakses pada 2 Maret 2012.

0 komentar:

Posting Komentar