Minggu, 04 Maret 2012

REVIEW DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA


Syahdan, terdapatlah suatu negeri di masa lampau. Malangnya, raja yang bertahta diatasnya sangat sewenang wenang. Hak individu tidak dipedulikan. Rakyat marah, mereka menuntut perubahan. Mereka menggelorakan revolusi besar yang berakhir saat guilotine memenggal raja dzalim dan permaisurinya yang glamour. Konon saat ini negeri tersebut menjadi negeri yang paling menghormati hak asasi manusia. Sekelumit kisah diatas dapat menjadi gambaran bagi kita semua. Tentang bagaimana galaknya manusia saat hak hak individu yang asasi tidak dipedulikan. Dan di era ini, kita mengenalnya sebagai Hak Asasi Manusia.
Berbicara masalah HAM, akan sangat menarik apabila kita menarik mundur perbincangan ke masa lampau, saat HAM diperwujudkan secara nyata lewat deklarasi atau semacamnya. Satu dari sekian banyak tonggak sejarah HAM adalah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau yang dipermudah penyebutannya dengan DUHAM.
DUHAM ialah sebuah deklarasi yang ditandatangi oleh 48 dari 58 negara pada tahun 1948, pada saat Perserikatan Bangsa-Bangsa berusia tiga tahun, setelah Perang Dunia II berakhir dan bergabungnya beberapa negara di Asia dan Afrika ke dalam PBB. Ada 30 pasal yang ada dalam deklarasi ini telah mewakili prinsip – prinsip berbagai tradisi di dunia. DUHAM sendiri dideklarasikan dalam rangka mencegah terulangnya perang dunia. Apabila dilihat secara sepintas, DUHAM sudah memuat segala yang hendaknya dijamin dalam rangka menegakkan HAM secara baik dan benar. Diawali dengan hak yang paling dasar, merdeka serta kesetaraan antar manusia (pasal 1) hingga hak kesamaan di depan hukum (pasal 7). Dari mulai hak untuk beragama(pasal 18), hak untuk berkeluarga (pasal 16) sampai hak untuk memiliki harta (pasal 17). Tak lupa hak untuk berserikat dan berkumpul (pasal 20), hak berkewarganegaraan (pasal 15) serta hak memperoleh pendidikan (pasal 26). Bahkan, DUHAM memuat hak hak yang sebelumnya belum terpikirkan sebagai hak asasi manusia semacam hak untuk berlibur (pasal 24) dan hak untuk mengembangkan diri (pasal 29). DUHAM nyaris bisa dibilang sempurna!
Namun benarkah demikian? Sejumlah pihak menyangsikan hal tersebut. Secara pribadi, penulis sendiri juga menyangsikannya. Ada beberapa hal dari DUHAM yang patut untuk kita tinjau ulang.
Mari kita mulai dengan universalitas DUHAM itu sendiri. Tak disangsikan bahwa DUHAM punya nilai universalitas yang tinggi. Namun dalam penerapannya, bukan itu yang dibutuhkan, melainkan rasio. Rasio adalah seperangkat sistem pemikiran manusia yang dianggap dapat menuntun manusia menuju pertimbangan nilai yang paling tepat. Masalah muncul ketika rasio tiap tiap bangsa berbeda tergantung pada perangkat moral yang berlaku pada bangsa tersebut. Oleh karena itu, penerapan HAM versi suatu bangsa bisa berbeda dengan bangsa lain (sebagai akibat rasio yang berbeda), bahkan bisa dituduh sebagai pelanggaran HAM. Ketika hal ini terjadi, rasio siapa yang akan dipakai? Mari kita ambil contoh hak untuk menikmati kebebasan. Di beberapa kawasan, kebebasan berdasar HAM tidak berbasis pada liberalisme melainkan pada hal lain, syariah misalnya. Sementara kawasan lain menilai ide HAM yang demikian membelenggu kebebasan individu karena hak-hak individu yang dijamin masih dalam sangkar bernama syariah itu sendiri. Kembali, Rasio dipengaruhi oleh moralitas. Saat semua terjadi, rasio mana yang dipakai?  Ketika DUHAM malah melahirkan perpecahan, bukankah universalitas DUHAM patut untuk dipertanyakan?
Belum lagi kritik bahwa DUHAM terbentuk didasarkan pada banyak kasus yang terjadi di dunia barat masa itu. Hal ini tak ayal menimbulkan tudingan bahwa nilai – nilai yang terkandung di dalamnya didasarkan pada pemikiran. Isu lantas berkembang, bahwa HAM tak ubahnya hegemoni suatu nilai masyarakat tertentu atas nilai dari masyarakat lain. Hal ini lalu menimbulkan penolakan atas DUHAM, bahkan sampai membuat deklarasi tandingan dengan membuat Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Islam oleh Islamic Council of Euroupe.
Dan yang paling menggelikan dari semuanya adalah pendapat yang mengatakan bahwa penghormatan kita atas DUHAM bukan karena kita benar benar menghormati HAM, namun tak lebih dari sebentuk ketakutan kita apabila sampai dituduh sebagai penjahat HAM. Miris, namun masuk akal!
Apapun itu, terlepas dari segala kritik, DUHAM tetap harus diapresiasi dengan ide idenya atas hak asasi manusia. Setidaknya, ada itikad baik guna menghormati HAM itu sendiri serta memperbaiki kesalahan kesalahan atas kemanusiaan di masa lalu. Semua tentu memiliki tujuan yang satu, supaya dunia berkembang ke arah yang lebih baik. Dunia yang pasti akan tercapai kelak.
Insyaallah.
 Dhamar Sukma Ramadhan
11/311682/24415


Rujukan Bacaan
  1. Membincang sisi penting HAM, diakses dari http://oase.kompas.com/read/2012/01/09/16171521/Membincang.Sisi.Penting.HAM, pada tanggal 2 maret 2012 pukul 09.00
  2. Hak Asasi Manusia (HAM); Kajian terhadap Respon Positif Pemikir Muslim Atas DUHAM Dan Tinjauan Historis-Kultural HAM, diakses dari http://filsafat.kompasiana.com/2011/01/06/hak-asasi-manusia-ham-kajian-terhadap-respon-positif-pemikir-muslim-atas-duham-dan-tinjauan-historis-kultural-ham/, pada tanggal 2 maret 2012 pukul 09.00

0 komentar:

Posting Komentar