NIM: 11/317754/SP/24647
Review: Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia
Sebagai respon terhadap banyaknya
bentuk pelanggaran hak asasi manusia pasca Perang Dunia II, masyarakat
internasional mulai memandang pentingnya perlindungan maksimal terhadap hak individu.
Pemikiran ini kemudian diadopsi oleh UN General Assembly dan dituangkan dalam
Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais
de Chaillot, Paris. Deklarasi ini berisi pembukaan dan 30 pasal yang bertujuan
untuk mem-promote hak manusia untuk hidup,
bebas, dan aman. [1]
Definisi ini mendefinisikan apa yang
diakui sebagai hak asasi manusia secara umum, seperti hak hidup dan bebas. Termasuk
di dalamnya hak untuk diperlakukan sama (pasal 1, 2, 6), diperlakukan adil dan
diberi presumption of innocence dalam
hukum (pasal 6-11), memiliki privasi, freedom
of movement, hak untuk mendapatkan pendidikan, bebas beragama, mendapat
gaji yang proporsional, dan lain sebagainya.
Meskipun tidak secara formal
mengikat, UDHR dipandang banyak pihak sebagai acuan yang tepat dalam usaha
dunia untuk melindungi individu. Deklarasi ini mempromosikan kepada dunia
pentingnya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Efek dari deklarasi ini
terbukti, melihat deklarasi ini diadopsi menjadi dasar kebijakan internal
banyak negara dan juga menjadi dasar dalam pembentukan traktat dan hukum
internasional yang berkaitan dengan human
rights.[2]
Deklarasi ini juga dapat menjadi dasar UN dan masyarakat global untuk memberi
tekanan kepada pemerintah yang bersifat opresif atau menindas terhadap warga
negaranya.
Di lain sisi, UDHR juga memiliki
kekurangan. Pasal-pasal deklarasi ini dianggap tidak dapat mengakomodasi
negara-negara dengan perspektif yang berbeda atau dengan kebutuhan yang
berbeda. Misal, keberatan negara Muslim untuk menandatangani UDHR dikarenakan
pelaksanaannya bertentangan dengan hukum Islam (ketentuan tentang LGBTQ, hukum
cambuk, dll).[3]
Contoh lain, tidak semua negara bisa menyediakan kebutuhan dasar manusia (air,
makanan, tempat tinggal) secara bebas. Beberapa tidak mampu secara financial,
dan beberapa lagi melihat bahwa penyedian kebutuhan dasar secara bebas dan
gratis akan mengarah ke excessive usage
dan kelangkaan.[4]
Selain itu, beberapa negara menganggap hukuman mati adalah bentuk hukuman yang
paling retributif, sedangkan UDHR jelas menolak hal tersebut.[5] Kelemahan-kelemahan
inilah yang mengharuskan UDHR untuk dikaji ulang, agar kedepannya, deklarasi
ini dapat melaksanakan fungsi perlindungan HAM dengan lebih baik.
[1] ‘The Universal Declaration of Human Rights’,
diakses dari http://www.un.org/en/documents/udhr/
pada 04/03/2012 13:37
[2] ‘Universal Declaration of Human Rights (UDHR)’,
diakses dari http://www.britannica.com/EBchecked/topic/618067/Universal-Declaration-of-Human-Rights-UDHR
pada 04/03/2012 14:09
[3]
‘Cairo Declaration on Human Rights in Islam -
Diverges from the Universal Declaration of Human Rights in key respects’, diakses dari http://europenews.dk/en/node/3847 pada
04/03/2012 13:39
[4] ‘On
the Universal Declaration of Human Rights’ diakses dari http://www.nationalreview.com/phi-beta-cons/42530/universal-declara...
pada 04/03/2012 11:22
[5] ‘Argument: Universal Declaration of Human
Rights allows for death penalty’, diakses dari http://debatepedia.idebate.org/en/index.php/Argument:_Universal_Declaration_of_Human_Rights_allows_for_death_penalty
pada 04/03/2012 14:07
0 komentar:
Posting Komentar