Minggu, 04 Maret 2012

Review: Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

Nama: Indriani Pratiwi
NIM: 11/317754/SP/24647

Review: Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia




            Sebagai respon terhadap banyaknya bentuk pelanggaran hak asasi manusia pasca Perang Dunia II, masyarakat internasional mulai memandang pentingnya perlindungan maksimal terhadap hak individu. Pemikiran ini kemudian diadopsi oleh UN General Assembly dan dituangkan dalam Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris. Deklarasi ini berisi pembukaan dan 30 pasal yang bertujuan untuk mem-promote hak manusia untuk hidup, bebas, dan aman. [1]
            Definisi ini mendefinisikan apa yang diakui sebagai hak asasi manusia secara umum, seperti hak hidup dan bebas. Termasuk di dalamnya hak untuk diperlakukan sama (pasal 1, 2, 6), diperlakukan adil dan diberi presumption of innocence dalam hukum (pasal 6-11), memiliki privasi, freedom of movement, hak untuk mendapatkan pendidikan, bebas beragama, mendapat gaji yang proporsional, dan lain sebagainya.
            Meskipun tidak secara formal mengikat, UDHR dipandang banyak pihak sebagai acuan yang tepat dalam usaha dunia untuk melindungi individu. Deklarasi ini mempromosikan kepada dunia pentingnya pengakuan terhadap hak asasi manusia. Efek dari deklarasi ini terbukti, melihat deklarasi ini diadopsi menjadi dasar kebijakan internal banyak negara dan juga menjadi dasar dalam pembentukan traktat dan hukum internasional yang berkaitan dengan human rights.[2] Deklarasi ini juga dapat menjadi dasar UN dan masyarakat global untuk memberi tekanan kepada pemerintah yang bersifat opresif atau menindas terhadap warga negaranya.
            Di lain sisi, UDHR juga memiliki kekurangan. Pasal-pasal deklarasi ini dianggap tidak dapat mengakomodasi negara-negara dengan perspektif yang berbeda atau dengan kebutuhan yang berbeda. Misal, keberatan negara Muslim untuk menandatangani UDHR dikarenakan pelaksanaannya bertentangan dengan hukum Islam (ketentuan tentang LGBTQ, hukum cambuk, dll).[3] Contoh lain, tidak semua negara bisa menyediakan kebutuhan dasar manusia (air, makanan, tempat tinggal) secara bebas. Beberapa tidak mampu secara financial, dan beberapa lagi melihat bahwa penyedian kebutuhan dasar secara bebas dan gratis akan mengarah ke excessive usage dan kelangkaan.[4] Selain itu, beberapa negara menganggap hukuman mati adalah bentuk hukuman yang paling retributif, sedangkan UDHR jelas menolak hal tersebut.[5] Kelemahan-kelemahan inilah yang mengharuskan UDHR untuk dikaji ulang, agar kedepannya, deklarasi ini dapat melaksanakan fungsi perlindungan HAM dengan lebih baik.


[1]The Universal Declaration of Human Rights’, diakses dari http://www.un.org/en/documents/udhr/ pada 04/03/2012 13:37
[3]Cairo Declaration on Human Rights in Islam - Diverges from the Universal Declaration of Human Rights in key respects’, diakses dari http://europenews.dk/en/node/3847 pada 04/03/2012 13:39
[4]On the Universal Declaration of Human Rights’ diakses dari http://www.nationalreview.com/phi-beta-cons/42530/universal-declara... pada 04/03/2012 11:22
[5]Argument: Universal Declaration of Human Rights allows for death penalty’, diakses dari http://debatepedia.idebate.org/en/index.php/Argument:_Universal_Declaration_of_Human_Rights_allows_for_death_penalty pada 04/03/2012 14:07

0 komentar:

Posting Komentar