Senin, 26 Maret 2012


Zamzamiyah Fatihuddin
11/312106/SP/24491
DISKRIMINASI DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
                Nampaknya diskriminasi sosial tidak hanya berkutat pada urusan gender, ras, suku, dan lain – lain. Namun diskriminasi ini juga tampak di lingkungan pendidikan salah satunya saya mengambil objek diskriminasi ini di lembaga pendidikan SMP SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta. Bentuk diskriminasi yang akan saya paparkan adalah diskriminasi hak untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang merata dan didukung kesempatan pengembangan kemampuan dan kecerdasan. Kita bisa lihat ketika siswa – siwa Olimpiade dan siswa – siswa yang reguler belajar di pendidikan ini. Bagi anak – anak olimpiade mereka mempunyai kesempatan dan peluang yang besar untuk mendapat perhatian khusus dalam hal pelajaran yang mereka fokuskan. Dan mereka selalu menjadi kebanggaan para guru ketika dalam proses belajar dan mengajar. Kecenderungan para guru untuk memberi tugas dan pertanyaan secara khusus kepada anak olimpiade dari pada memberikan pertanyaan secara merata kepada seluruh peserta didiknya nampak terlihat jelas.
            Sehingga status quo yang terjadi terhadap psikologi siswa – siswa yang dianggap reguler ada perasaan rendah diri dan kecenderungan untuk patah semangat dan menjadi malas ketika kemampuan mereka diragukan. Padahal, menurut pengamatan saya sendiri siswa – siswa reguler tersebut tidak masuk dalam komunitas anak olimpiad bukan karena keterbatasan otak mereka berfikir namun hanya butuh dorongan semangat yang lebih. Terlihat dalam kehidupan sehari – hari mereka yang tinggal di asrama, mereka rata – rata siswa yang kritis dan cerdas. Hanya saja berbeda kapasitas semangat dan ketertarikan terhadap minat studi olimpiade yang ada.
Selain hal tersebut, bagi anak – anak olimpiade yang tinggal di asrama mereka mempunyai self study ( belajar mandiri ) di sore hari yang diadakan di ruang kelas dan ada pembimbing masing – masing. Sedangkan siswa – siswa reguler bisa mereka ekstrakulikuler atau bisa mereka santai – santai di kantin sekolah, mereka bebas menentukan aktivitas mereka sendiri. Tidak cukup sampai disitu mereka siswa –siswa olimpiade yang tinggal di asrama mempunyai ruang kelas tersendiri yang dibedakan untuk mereka belajar malam didampingi pembina asrama. Dan juga mereka mempunyai hak untuk ekstra etut ( belajar tambahan ) di malam hari yang selain dari pada itu siswa – siswa reguler harus tidur dan berada dikamar untuk istirahat malam.
Dari pengamatan saya ini, bentuk diskriminasi ini bisa diatasi dengan tetap ada pembagian siswa olimpiade dan reguler namun tetap sekali lagi, siswa reguler diberi kesempatan untuk mereka maju dan semangat didukung rasa daya saing yang kuat dengan diberi ekstra tambahan bagi siswa – siswa yang katakan lemah dibidang tertentu. Atau juga mereka diberi kesempatan yang serius mengembangkan skill mereka di ektrakulikuler yang mereka minati dengan serius dan mendapat perhatian penuh dari sekolah. Karena bagi saya tidak ada siswa yang bodoh dan lemah tapi yang ada sistem sekolah / kurikulum yang ada yang butuh dibenahi. Sehingga diharapkan lingkungan pendidikan yang ada mutunya terjamin dengan meratanya sumber daya manusia yang ada dan kompetitif.     
           

1 komentar:

Kholid Rafsanjani mengatakan...

dan tindakan apa yang sepatutnya dilakukan untuk mengatasi ketimpangan hak mendapatkan pendidikan bagi peserta didik?

Posting Komentar