Senin, 05 Maret 2012

Review : Teori Dasar HAM - Magna Carta

Nama : Ardra F.
Nim   : 06/192760/SP/21341

              Magna Carta Liberatium (The Great Charter/Piagam Agung) dicetuskan di Inggris pada 15 Juni 1215. Perjanjian besar ini berawal dari kepemimpinan Raja Inggris, John Lackland yang masih menggunakan sistem monarki Inggris dimana kekuasaan raja bersifat absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum). Bentuk kepemimpinan yang semena-mena yang memberatkan salah satu pihak ini kemudian memunculkan suatu perselisihan pendapat antara Paus Innocent III, Raja John, dan para bangsawan Inggris atas hak-hak raja. Dokumen ini pada dasarnya memuat tentang pembatasan hak raja oleh hukum sehingga raja terikat oleh hukum dan memiliki tanggung jawab terhadap rakyat dimana keinginan raja yang dianggap melanggar hak asasi manusia seharusnya ditiadakan, dan mengharuskan raja untuk membuat perundingan dalam pengambilan keputusan kebijakan melalui prosedur legal, yang kemudian diterapkan berabad-abad kemudian yang menyatakan bahwa undang-undang tidak bisa sah tanpa persetujuan parlemen atau badan perwakilan rakyat.[1]
            Dapat dikatakan bahwa Magna Carta merupakan tonggak sejarah konstitusonalisme; bahwa kekuasaan negara tidak tak terbatas, bahwa raja harus mengormati hak, dan bahwa kebebasan bisa dijamin oleh hukum. Hal ini terbukti dengan adanya pengaruh dalam perluasan proses sejarah menuju pembuatan hukum konstitusional, seperti United State Constitution dan Bill of Rights, dan dianggap sebagai salah satu dari dokumen legal yang penting dalam sejarah demokrasi. Magna Carta kemudian menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.[2]

Berikut adalah isi dari Piagam Magna Carta :
  1. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
  2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :

  • Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
  • Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
  • Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
  • Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.[3]


            Perjuangan gerakan-gerakan HAM telah dimulai pada abad 18 dan 19 yang menghasilkan berbagai Revolusi, Deklarasi dan Konstitusi dalam alur perkembangan sejarah. Namun begitu, pandangan dan realita kadang tidak berjalan beriringan dan oleh sebab itu tidak semua transformasi dapat dikatakan sebagai sebuah langkah pertama dalam sebuah perubahan. Hal tersebut harus dilihat dari seberapa jauh pengaruh yang dibawa yang akan melahirkan ide-ide baru dalam perkembangan sejarah dunia dan seberapa besar perubahan kondisi yang ditimbulkan.
            Beberapa pendapat mengenai Magna Carta, yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut bukan merupakan teori dasar HAM karena isi yang dikandung hanya memuat tentang pemenuhan tuntutan dari kaum bangsawan dan kaum Gerejani. Hal ini didukung oleh terjadinya transformasi pada masa Henry II, yang membuat sebuah  English Common Law dan kemudian melembagakan sistem trial by jury. Akan tetapi, transformasi yang terjadi sebelum pencetusan Magna Carta ini tidak memiliki pengaruh konkret terhadap perkembangan sejarah monarki konstitusional. Seperti contohnya di tanah Jawa Raja kahuripan Sri Teguh Erlangga juga tercatat menghapuskan perbudakan manusia. Namun perbudakan itu kembali terjadi pada masa Sri Kretajaya yang merupakan ahli waris selanjutnya dan kemudian dihapuskan lagi ketika Arok menjadi akuwu di Tumapel.[4]
            Beberapa transformasi dalam sejarah Inggris terus bergulir tanpa henti sejak pencetusan Magna Carta. Mulai dari pembetukan Parlemen yang pertama hingga terjadinya kembali sistem monarki ketika keluarga Stuart, pengganti keluarga Tudor yang tergeser oleh pemerintahan republik, kembali menduduki takhta Inggris. Kemudian setelah terjadi peralihan kekuasaan pada peristiwa Glorious Revolution yang melahirkan Bill of Rights pada tahun 1689, Magna Carta menemukan kembali maknanya dan sejak saat itu Inggris berada pada masa yang cukup stabil. Meskipun begitu, bukan berarti Magna Carta telah mampu merubah kondisi secara global atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang telah terjadi dalam sejarah yang panjang. Hal tersebut hingga saat ini masih terus berlanjut terutama terhadap beberapa kategori yaitu;  perbudakan, kaum perempuan, mereka dengan status dan ekonomi rendah dan kaum pribumi. Dan hal ini akan selalu menjadi topik hangat untuk diperdebatkan. Praktik-praktik pelanggaran HAM seringkali tejadi dalam suatu kebijakan dan instrumen-instrumen negara berkaitan dengan kepentingan politik internasional maupun aktor-aktor pendukung teori dasar HAM. Seperti contohnya, John locke yang mempunyai saham di Royal African Company, suatu perusahaan perdagangan budak dari Afrika dan Rousseau yang menyuarakan keadilan dan kebebasan, namun pada saat yang sama menolak kesetaraan gender.[4]
            Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Magna Carta memang diharapkan sebagai pondasi awal dalam teori dasar HAM, dimana pengaruh yang dibawa mampu memberi perubahan pada kondisi pemerintahan berikutnya. Akan tetapi dalam perkembangannya, pelaksanaan dalam aturan-aturan berkaitan dengan HAM masih terlalu dini untuk dikatakan sempurna. Hal ini didukung oleh semakin marak isu-isu global mengenai perang, perselisihan, dan perdebatan pro-kontra dimana terjadi sebuah kontradiksi pada suatu negara yang menganut sistem demokrasi namun melakukan tindakan-tindakan pelanggaran HAM.

[1]http://www.britannia.com/history/docs/magna2.html, diakses pada tanggal 04 Maret pukul 17:34 WIB
[3] Dikutip dari http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/, pada tanggal 04 Maret pukul 18:10 WIB
[4] Dikutip dari http://inspirasihukum.blogspot.com/2011/03/hukum-dan-hak-azasi-manusia.html, pada tanggal 04 Maret pukul 18:30 WIB

0 komentar:

Posting Komentar