Adelinda Nurfitriani (11/312467/SP/24554)
REVIEW MAGNA CARTA
Magna Carta dibuat pada masa
pemerintahan Raja John Lackland yang menggantikan Raja Richard. Magna Carta
dibentuk pada 15 Juni 1215 di Inggris sebagai akibat ketidakpuasan dari para bangsawan
atas tindakan sewenang-wenang dari Raja John.[1]
Magna Carta atau Piagam Agung berisi pasal-pasal mengenai pembatasan kekuasaan
Raja dan hak-hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan Raja. Magna
Carta terdiri dari 63 Pasal. Dapat dilihat bahwa pada masa itu, rakyat telah
mampu memperjuangkan haknya dan bahwa mereka telah mengetahui hak-hak mereka
yang patut dilindungi dan diperjuangkan.
Isi Magna Carta adalah sebagai
berikut:
1. Raja beserta
keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja
Inggris.
2. Raja berjanji
kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagai berikut :
- - Para petugas keamanan dan pemungut
pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
- - Polisi ataupun jaksa tidak dapat
menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
- - Seseorang
yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa
perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
- - Apabila
seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.[2]
Pada pasal-pasalnya, Magna Carta menekankan pada kemerdekaan
bekerjanya gereja Inggris dan kemedekaan bagi semua orang dalam kerajaan
Inggris seperti yang tercantum dalam pasal 1 dan pasal 63. Pasal-pasal lain berisi
jaminan hak-hak asasi manusia sehingga sangat penting bagi masyarakat Inggris
pada saat itu karena hak-hak asasi mereka sangat dilindungi. Tak seorang pun,
termasuk raja dan pembuat hukum berada di atas hukum.
Dapat
dibayangkan bagaimana adilnya atau sejahteranya kehidupan masyarakat pada masa
itu dengan adanya Magna Carta. Hukum sangat ditegakkan dan hak-hak rakyat
biasa, termasuk para janda dan anak-anak sangat dilindungi. Pada pasal 28
mengenai tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil hasil pertanian dari
siapapun tanpa membayar harganya seketika itu juga kecuali apabila si pemilik
memberi izin menangguhkan pembayaran. Selanjutnya pada pasal 30 yang berisi tidak
seorangpun penguasa yang akan mengambil kuda atau kendaraan dari seorang yang
bebas (freeman) untuk keperluan pengangkutan tanpa izin si pemilik.[3]
Oleh karena itu, Magna Carta menjadi penanda munculnya perlindungan hak-hak
asasi manusia di seluruh dunia karena mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang
derajatnya lebih tinggi dari kekuasaan raja.
Hak asasi dimiliki setiap individu sejak lahir dan mereka
dapat memperjuangkan haknya jika itu mereka dilanggar. Magna Carta menekankan
bahwa hukum dapat berlaku tak hanya bagi rakyat biasa, tetapi juga bagi raja
dan keluarga kerajaan, bahwa semua orang memilki kedudukan yang sama di hadapan
hukum. Sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi, hak
asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat
universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat
diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri
dan martabat kemanusiaanya, juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul
atau berhubungan dengan sesama manusia.[4]
[1] Diantari, Ni Wayan Dyta, Sejarah Hak Asasi
Manusia, http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[2] Wulandari,
Fadhilah Trya, 2010, Konsep Hak Asasi Manusia, http://catatandhila.wordpress.com/2010/03/09/konsep-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[3] Wulandari, Fadhilah Trya, 2010, Konsep Hak Asasi
Manusia, http://catatandhila.wordpress.com/2010/03/09/konsep-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[4] Diantari, Ni Wayan Dyta, Sejarah Hak Asasi
Manusia, http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
0 komentar:
Posting Komentar