Senin, 05 Maret 2012

Adelinda Nurfitriani (11/312467/SP/24554)
REVIEW MAGNA CARTA
Magna Carta dibuat pada masa pemerintahan Raja John Lackland yang menggantikan Raja Richard. Magna Carta dibentuk pada 15 Juni 1215 di Inggris sebagai akibat ketidakpuasan dari para bangsawan atas tindakan sewenang-wenang dari Raja John.[1] Magna Carta atau Piagam Agung berisi pasal-pasal mengenai pembatasan kekuasaan Raja dan hak-hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan Raja. Magna Carta terdiri dari 63 Pasal. Dapat dilihat bahwa pada masa itu, rakyat telah mampu memperjuangkan haknya dan bahwa mereka telah mengetahui hak-hak mereka yang patut dilindungi dan diperjuangkan.
            Isi Magna Carta adalah sebagai berikut:
1.    Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
2.      Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagai berikut :
-                       -    Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
-                      -    Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
-              -   Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
-             -  Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.[2]
Pada pasal-pasalnya, Magna Carta menekankan pada kemerdekaan bekerjanya gereja Inggris dan kemedekaan bagi semua orang dalam kerajaan Inggris seperti yang tercantum dalam pasal 1 dan pasal 63. Pasal-pasal lain berisi jaminan hak-hak asasi manusia sehingga sangat penting bagi masyarakat Inggris pada saat itu karena hak-hak asasi mereka sangat dilindungi. Tak seorang pun, termasuk raja dan pembuat hukum berada di atas hukum.
            Dapat dibayangkan bagaimana adilnya atau sejahteranya kehidupan masyarakat pada masa itu dengan adanya Magna Carta. Hukum sangat ditegakkan dan hak-hak rakyat biasa, termasuk para janda dan anak-anak sangat dilindungi. Pada pasal 28 mengenai tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil hasil pertanian dari siapapun tanpa membayar harganya seketika itu juga kecuali apabila si pemilik memberi izin menangguhkan pembayaran. Selanjutnya pada pasal 30 yang berisi tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil kuda atau kendaraan dari seorang yang bebas (freeman) untuk keperluan pengangkutan tanpa izin si pemilik.[3] Oleh karena itu, Magna Carta menjadi penanda munculnya perlindungan hak-hak asasi manusia di seluruh dunia karena mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi dari kekuasaan raja.
Hak asasi dimiliki setiap individu sejak lahir dan mereka dapat memperjuangkan haknya jika itu mereka dilanggar. Magna Carta menekankan bahwa hukum dapat berlaku tak hanya bagi rakyat biasa, tetapi juga bagi raja dan keluarga kerajaan, bahwa semua orang memilki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi, hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya, juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.[4]




[1] Diantari, Ni Wayan Dyta, Sejarah Hak Asasi Manusia, http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[2] Wulandari, Fadhilah Trya, 2010, Konsep Hak Asasi Manusia, http://catatandhila.wordpress.com/2010/03/09/konsep-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[3] Wulandari, Fadhilah Trya, 2010, Konsep Hak Asasi Manusia, http://catatandhila.wordpress.com/2010/03/09/konsep-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012
[4] Diantari, Ni Wayan Dyta, Sejarah Hak Asasi Manusia, http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/, diakses pada 3 Maret 2012

0 komentar:

Posting Komentar