Hanadia Pasca Yurista
11/312610/SP/24585
Magna Carta sebagai Sumber Formal Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu
dan sudah dianggap sebagai isu signifikan bagi dunia internasional. Pada
faktanya sumber – sumber formal penegak HAM sudah ada sejak ratusan tahun silam
dan Magna Carta merupakan salah satunya. “Property rights” yang termuat di
dalam 63 pasal Magna Carta membuatnya relevan untuk dijadikan prinsip dasar Hak
Asasi Manusia sendiri. Sebelum menyinggung masalah HAM dalam 63 poin, Magna Carta
yang dilatarbelakangi oleh Raja John Lockland, bangsawan Inggris, dan Paus
menyebutkan subjek – subjek terkait dengan isi Magna Carta. Pasal – pasal Magna
Carta masih relevan dalam menegakkan HAM. Namun, dalam mencerna kandungan pasal
– pasalnya dibutuhkan kecermatan lebih mengingat Magna Carta yang dibuat pada
tanggal 25 Juni 1215 memiliki konteks bahasa dan subjek berbeda.
Berdasarkan uraian subjek dan pasal pertama, Magna Carta
ditujukan untuk menyelesaikan isu – isu di antara Raja John dengan Paus dalam
menegakkan masalah batas hak – hak secara konkret atas kekuasaan dan kedaulatan
Raja John yang dinilai melanggar hak – hak asasi rakyatnya sendiri. Hak – hak
asasi manusia yang dijamin secara konstitusi menandakan bahwa kedaulatan raja
dapat dibatasi secara hukum apalagi jika menyangkut hak – hak asasi rakyatnya
dalam mendapatkan “liberties” atau kemerdekaan, seperti yang tertera pada pasal
13, 20, 27, 30, 36, 39. 54, 56. Pasal – pasal mengenai “free man” atau individu
yang bebas sebenarnya ditujukan untuk setiap rakyat atau individu baik wanita
maupun pria. Isi dari pasal – pasal kebebasan tersebut juga terkait dengan
beberapa aspek yang lebih mendetail seperti masalah kepemilikan tanah,
penegakkan hukum atas individu, dan hak yang dimiliki individu untuk hidup.
Hak – hak asasi manusia yang terkandung dalam Magna Carta sebenarnya tidak
hanya menyangkut masalah kebebasan yang dimiliki individu tetapi juga
menjelaskan bagaimana pemerintah seharusnya menyediakan fasilitas dan keamanan
sesuai dengan aspirasi rakyatnya. Pada kenyataannya aparat pemerintah justru
cenderung melakukan “violence” terhadap beberapa kalangan rakyat dengan
memberlakukan ketidakadilan terkait dengan justifikasi yang ada dan rakyat
tidak berhak memberikan penolakan serta perlawanan yang berarti. Raja John pun
secara hitam di atas putih telah berjanji untuk mengaplikasikan pemerintahan
yang pantas dan sesuai dengan hukum yang berlaku bukan semena – mena atas
kedaulatan yang dimilikinya. Hal tersebut tertera pada beberapa pasal seperti
pasal 15 – 19, 45, 52, 55 dan terwujud dalam beberapa peraturan yang menyatakan
bahwa “guardians” atau jaksa atau penegak hukum lain tidak dapat
menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi sah, negara tidak
berhak menahan individu tanpa memberikan perlindungan negara sesuai dengan
hukum berlaku, dan tindakan seseorang yang sudah terlanjur ditahan tanpa
perlindungan hukum akan dikoreksi oleh raja.
Piagam Magna Carta
menjadi sebuah tonggak sejarah yang berarti bagi HAM karena jaminan – jaminan
terhadap rakyat yang termasuk di dalamnya. Hak – hak spesifik yang berkaitan
dengan perlindungan oleh negara untuk masing – masing individu dan kemerdekaan
pada sistem sosial kerajaan membuktikan bahwa terdapat titik kemenangan bagi
usaha pemenuhan HAM pada jaman tersebut. Bukti nyata mengenai jaminan
perlindungan hak milik rakyat tertera dengan spesifik pada pasal 61. Selain
perlindungan hukum kepada budak atau rakyat yang dinyatakan bersalah, Magna Carta
juga membahas masalah pemungutan pajak terkait dengan isu – isu ketidakadilan
yang terjadi dalam absorbsi pajak oleh Raja John dan “feedback” nyata dari
masyarakat serta kaum bangsawan. Pasal 12 Magna Carta mengenai pajak pada
kenyataannya diadopsi oleh United States of America di dalam konstitusinya
sebagai konsep “no taxation without representation.”[1]
Apabila menelaah isi Magna Carta yang dirancang
sedemikian rupa dengan latar belakang penegakan Hak Asasi Manusia, pada
hakikatnya Magna Carta memiliki sebuah nilai lain yang dapat dipelajari, yaitu
perdamaian. Perdamaian merupakan salah satu hasil konkret dari terbuatnya Magna
Carta terbukti dengan isi dari piagam tersebut mengenai janji Raja John untuk
mengakhiri perselisihan dengan Paus (Gereja Inggris) dan memberikannya hak
serta kemerdekaan pada beberapa pasal terutama pada pasal 1 dan 63. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa penegakkan HAM yang ditandai dengan piagam
Magna Carta juga berimbas pada nilai – nilai perdamaian yang diimpikan oleh
banyak pihak di dunia.
[1] eNotes. Magna Carta. http://www.enotes.com/topics/magna-carta, diakses pada
tanggal 03 Maret 2011 pukul 11.30
Referensi:
Bahan Bacaan Kelas PSHAM A. http://www.4shared.com/office/Q4RHUPhk/magnacarta.html, diakses pada
tanggal 3 Maret 2011 pukul 11.49
0 komentar:
Posting Komentar