Senin, 05 Maret 2012

Magna Carta

 
Hanadia Pasca Yurista
11/312610/SP/24585

Magna Carta sebagai Sumber Formal Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia sudah tidak lagi menjadi hal yang tabu dan sudah dianggap sebagai isu signifikan bagi dunia internasional. Pada faktanya sumber – sumber formal penegak HAM sudah ada sejak ratusan tahun silam dan Magna Carta merupakan salah satunya. “Property rights” yang termuat di dalam 63 pasal Magna Carta membuatnya relevan untuk dijadikan prinsip dasar Hak Asasi Manusia sendiri. Sebelum menyinggung masalah HAM dalam 63 poin, Magna Carta yang dilatarbelakangi oleh Raja John Lockland, bangsawan Inggris, dan Paus menyebutkan subjek – subjek terkait dengan isi Magna Carta. Pasal – pasal Magna Carta masih relevan dalam menegakkan HAM. Namun, dalam mencerna kandungan pasal – pasalnya dibutuhkan kecermatan lebih mengingat Magna Carta yang dibuat pada tanggal 25 Juni 1215 memiliki konteks bahasa dan subjek berbeda.
Berdasarkan uraian subjek dan pasal pertama, Magna Carta ditujukan untuk menyelesaikan isu – isu di antara Raja John dengan Paus dalam menegakkan masalah batas hak – hak secara konkret atas kekuasaan dan kedaulatan Raja John yang dinilai melanggar hak – hak asasi rakyatnya sendiri. Hak – hak asasi manusia yang dijamin secara konstitusi menandakan bahwa kedaulatan raja dapat dibatasi secara hukum apalagi jika menyangkut hak – hak asasi rakyatnya dalam mendapatkan “liberties” atau kemerdekaan, seperti yang tertera pada pasal 13, 20, 27, 30, 36, 39. 54, 56. Pasal – pasal mengenai “free man” atau individu yang bebas sebenarnya ditujukan untuk setiap rakyat atau individu baik wanita maupun pria. Isi dari pasal – pasal kebebasan tersebut juga terkait dengan beberapa aspek yang lebih mendetail seperti masalah kepemilikan tanah, penegakkan hukum atas individu, dan hak yang dimiliki individu untuk hidup.
Hak – hak asasi manusia yang terkandung dalam Magna Carta sebenarnya tidak hanya menyangkut masalah kebebasan yang dimiliki individu tetapi juga menjelaskan bagaimana pemerintah seharusnya menyediakan fasilitas dan keamanan sesuai dengan aspirasi rakyatnya. Pada kenyataannya aparat pemerintah justru cenderung melakukan “violence” terhadap beberapa kalangan rakyat dengan memberlakukan ketidakadilan terkait dengan justifikasi yang ada dan rakyat tidak berhak memberikan penolakan serta perlawanan yang berarti. Raja John pun secara hitam di atas putih telah berjanji untuk mengaplikasikan pemerintahan yang pantas dan sesuai dengan hukum yang berlaku bukan semena – mena atas kedaulatan yang dimilikinya. Hal tersebut tertera pada beberapa pasal seperti pasal 15 – 19, 45, 52, 55 dan terwujud dalam beberapa peraturan yang menyatakan bahwa “guardians” atau jaksa atau penegak hukum lain tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi sah, negara tidak berhak menahan individu tanpa memberikan perlindungan negara sesuai dengan hukum berlaku, dan tindakan seseorang yang sudah terlanjur ditahan tanpa perlindungan hukum akan dikoreksi oleh raja.
Piagam Magna Carta menjadi sebuah tonggak sejarah yang berarti bagi HAM karena jaminan – jaminan terhadap rakyat yang termasuk di dalamnya. Hak – hak spesifik yang berkaitan dengan perlindungan oleh negara untuk masing – masing individu dan kemerdekaan pada sistem sosial kerajaan membuktikan bahwa terdapat titik kemenangan bagi usaha pemenuhan HAM pada jaman tersebut. Bukti nyata mengenai jaminan perlindungan hak milik rakyat tertera dengan spesifik pada pasal 61. Selain perlindungan hukum kepada budak atau rakyat yang dinyatakan bersalah, Magna Carta juga membahas masalah pemungutan pajak terkait dengan isu – isu ketidakadilan yang terjadi dalam absorbsi pajak oleh Raja John dan “feedback” nyata dari masyarakat serta kaum bangsawan. Pasal 12 Magna Carta mengenai pajak pada kenyataannya diadopsi oleh United States of America di dalam konstitusinya sebagai konsep “no taxation without representation.”[1]
Apabila menelaah isi Magna Carta yang dirancang sedemikian rupa dengan latar belakang penegakan Hak Asasi Manusia, pada hakikatnya Magna Carta memiliki sebuah nilai lain yang dapat dipelajari, yaitu perdamaian. Perdamaian merupakan salah satu hasil konkret dari terbuatnya Magna Carta terbukti dengan isi dari piagam tersebut mengenai janji Raja John untuk mengakhiri perselisihan dengan Paus (Gereja Inggris) dan memberikannya hak serta kemerdekaan pada beberapa pasal terutama pada pasal 1 dan 63. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penegakkan HAM yang ditandai dengan piagam Magna Carta juga berimbas pada nilai – nilai perdamaian yang diimpikan oleh banyak pihak di dunia.


[1] eNotes. Magna Carta. http://www.enotes.com/topics/magna-carta, diakses pada tanggal  03 Maret 2011 pukul 11.30

Referensi: Bahan Bacaan Kelas PSHAM A. http://www.4shared.com/office/Q4RHUPhk/magnacarta.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pukul 11.49

0 komentar:

Posting Komentar