Ajeng Dwiyani Khoirunnisa
11/317744/SP/24637
Diskriminasi sering terjadi walaupun tanpa kita sadari, namun bagi saya ada satu cerita tentang diskriminasi yang terpaksa saya dan teman-teman saya lakukan waktu bersekolah di SMA. Sekolah saya bersistem asrama penuh, disini kami dituntut untuk memenuhi kewajiban sebagai siswa yang telah diatur kesehariannya. Kegiatan diluar kegiatan akademik seperti ekskul dan olahraga wajib kami ikuti. Ada satu kurikuler yang diikuti oleh siswa-siswa yang lulus seleksi saja, yaitu OSIS, PK, Marching Band, dan Peleton.
Dalam hal ini, saya mengikuti Patroli Keamanan Sekolah. Struktur organisasi ini terdiri dari Komandan Peleton (Danton), Wadanton, dan Komandan Regu (Danru). Setiap tahun akan diadakan Serah Terima Jabatan (Sertijab), untuk meregenerasi struktur tersebut. Sistem pemilihan yang dilakukan adalah voting dari anggota peleton untuk memilih siapa yang terkualifikasi untuk menjadi Danton dan sebagainya, kandidatnya sudah ada sejak awal pembentukan peleton tiap angkatan itu sendiri.
Dari lima kandidat yang sudah dipilih Abang-Kakak sejak awal, ada dua calon kuat Danton. Satu orang muslim,si A dan yang satunya nasrani, si B. Disinilah awal dari dilemma voting. Seluruh anggota peleton sangat memahami bahwa kapabilitas B lebih baik daripada A untuk menjadi seorang Danton PKS. Tapi anggota peleton juga sangat memahami bahwa ada aturan tidak tertulis yang sudah menjadi tradisi sejak awal peleton tersebut didirikan bahwa Danton haruslah seorang muslim.
Dengan pertimbangan ini, anggota peleton melakukan voting dengan berat hati. Pada akhirnya, si A terpilih menjadi Danton dan si B menjadi Wadanton. Hingga sertijab dilakukan, kami sama-sama mengerti walaupun tidak dikatakan atau dirundingkan bahwa nantinya saat melakukan tugas dinas, si Wadanton lah yang akan lebih berperan. Dan si A akan menjadi pengawas jalannya tugas. Diskriminasi ini tidak hanya dilakukan oleh peleton, tetapi juga organisasi-organisasi lainnya yang ada di sekolah saya. Dan hal ini tidak pernah menjadi aturan tertulis, tetapi hanya sebatas tradisi turun-temurun sejak awal dibentuknya organisasi-organisasi intra sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar