Emharis Gigih Pratama
11/314087/SP/24597
Meskipun kesetaraan hak sudah diatur dalam perundang-undangan Indonesia, namun nampaknya masih banyaj diskriminasi hak yang terjadi di sekeliling kita. Dalan salah satu pasal UUD 45 dijelaskan juga bahwa untuk mencapai hak semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan hak hidup secara layak, maka diatur lah bahwa orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Beberapa tahun silam sewaktu salah satu saudara saya sedang dirawat di sebuah rumah sakit daerah di kota saya, saya sedang duduk di kursi kantin sambil membeli snack, yang kebetulan dekat dengan kursi duduk ruang tunggu pasien.
Diantara pasien-pasien yang berada di sana, ada sepasang kakek nenek, dimana si kakek ini nampak sakit-sakitan sambil batuk batuk. Karena kursi saya kebetulan dekat dengan mereka, saya coba untuk membuka percakapan dengan mereka. Saya mulai berbicara kepada si nenek, dan ternyata suaminya sedang menderita sakit TBC. Yang jadi pertanyaan saya, mengapa si kakek ini masih belum disentuh oleh perawat untuk ditangani, karena saya memperhatikan mereka di sana lumayan lama.
Nah, kemudian si nenek ini semacam mengeluh ke saya, tetapi nampak wajah bahwa hal semacam itu sesuatu yang lumrah. Kata nenek tersebut, hal tersebut memang sudah menjadi prosedur bahwa mereka yang dari desa (golongan kurang mampu) selalu lebih lama untuk ditangani. Kemudian nenek tersebut juga mengeluh bahwa jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang notabene untuk rakyat miskin, menjadi momok penyebab mereka ditangani diakhir akhir. Menurut nenek itu juga, sudah hampir 2 jam mereka duduk di bangku tersebut. Ketika petugas rumahsakit ditanya, mereka beralibi bahwa jika dengan jamkesmas maka mengurus administrasinya lebih lama.
Maka darisana dapat kita lihat bahwa, ternyata rakyat miskin yang seharusnya lebih membutuhkan pertolongan dan rangkulan dari pemerintah, justru malah didiskriminasi haknya dengan alasan statusnya sebagai orang miskin.
0 komentar:
Posting Komentar