Siti Sulastri
11/317989/SP/24869
Diskriminasi di Indonesia, anehnya, tidak hanya dilakukan oleh satu etnis terhadap etnis lain. Bahkan, diskriminasi rasial juga dilakukan terhadap sesama ras, dan mengistimewakan ras lainnya. Bahkan hal ini dapat terjadi diluar kesadaran dari pelaku, mungkin karena kecenderungannya yang terbentuk dari lingkungan.
Pada saat liburan kenaikan kelas beberapa tahun yang lalu, saya dan beberapa teman liburan ke Bandung. Dan tentu, banyak yang meminta oleh-oleh dan salah satunya yang paling banyak diminta adalah salah satu produk di toko roti terkemuka di Bandung, sebut saja Sartika Kari. Kami menuju ke toko pusatnya di daerah Dago, dan seperti yang sudah dikira, toko tersebut sangat ramai pengunjung. Antrian mengular dan toko penuh sesak. Kami mencari produk yang menjadi request dan bertanya ke salah satu pramuniaga, yang dijawab ketus. Namun, pelayanan tersebut tidak berlaku pada orang Tionghoa. Mereka dilayani dengan baik dan didahulukan dalam antrian. Padahal, pramuniaga di toko roti tersebut merupakan non-Tionghoa. Beberapa pengunjung beranggapan, karena toko ini milik seorang Tionghoa . Selain apa yang sering saya baca di buku sejarah, ini pertama kalinya saya melihat diskriminasi yang dilakukan oleh sesama rasnya.
Ternyata, masyarakat di zaman serba digital dan modern masih memiliki mindset mengenai ras dan perlakuan seperti diskriminatif. Dan yang lebih menyedihkan hal ini dilakukan oleh sesamanya sendiri. Sepertinya, memang benar adanya ungkapan bahwa rasisme itu warisan, mendarah daging.
Apabila menerima perlakuan diskriminatif, berfikirlah secara positif. Tidak benar bila mengasumsikan seorang rasis sebagai representasi dari etnis/ras tersebut. Benci orangnya, bukan etnisnya. Lagipula, selalu ada alasan tertentu penyebab seseorang dapat bertindak rasis. Seperti ucapan dari Atticus Finch, dalam buku yang juga mengangkat isu rasisme ,
"You never really understand a person until you consider things from his point of view - until you climb into his skin and walk around in it."-Atticus Finch, To Kill a Mockingbird
0 komentar:
Posting Komentar