Indonesia merupakan negara dengan berbagai keragaman di dalamnya. Mulai dari keberagaman suku yang berujung pada keberagaman budaya dan bahasanya. Keberagaman ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang unik sekaligus menyimpan potensi yang besar, baik potensi positif maupun negatif. Potensi positifnya Indonesia dengan budaya-budayanya bisa memanfaatkan sebagai salah satu objek yang ditawarkan dalam pemasaran pariwisata. Sedangkan potensi negatifnya, semangat suku atau cinta kedaerahaan yang berlebih bisa memecah persatuan dan bisa mengarah ke diskriminasi.
Diskriminasi memang hal yang sulit dipisahkan dari manusia, terutama karena adanya kecenderungan untuk mengelompok atas nama persamaan , entah agama, bahasa, suku atau bahkan asal usul/tempat tinggal. Asal usul sering menjadi salah satu bentuk diskriminasi dominan yang ada di Indonesia dan bisa penerapannya sering dianggap bukan sebagai bentuk diskriminasi. Contoh sederhana terlihat dalam pergaulan remaja, misalnya masa SMA saya dulu. Teman-teman saya yang berasal dari Kulon Progo sering menjadi target bullying karena mereka berasal dari Kulon Progo yang dianggap sebagai daerah “gunung” atau “daerah terpencil nun jauh disana”. Tidak hanya yang dari Kulon Progo, beberapa teman dari wilayah Bantul sendiri (SMA saya ada di Bantul) juga menjadi bahan ejekan, misalnya saja daerah Sanden yang dianggap daerah paling selatan dan paling “deso” di Bantul.
Memang bentuk diskriminasinya hanya sekedar ejekan, tidak sampai pada pengucilan dan pembedaan perlakuan. Namun dari hal kecil ini terlihat bahwa perasaan sebagai satu masyarakat yang sama masih belum seratus persen. Padahal negara kita menamakan diri sebagai negara kesatuan. Yang lebih parah mungkin lebih terlihat di level nasional. Dapat kita lihat betapa kuatnya dominasi orang Jawa di Indonesia. Dominasi ini meskipun terlihat samar namun ada. Bisa kita lihat dari presiden di Indonesia. Dari 6 presiden yang pernah menjabat hanya B.J Habibie saja yang berasal dari luar Jawa. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya Jawa dan seolah membuat suatu pandangan bahwa Jawa merupakan tanahnya pemimpin kredibel. Orang di luar Jawa dianggap tidak mempunyai kecerdasan memimpin sehingga banyak orang Jawa yang dikirim ke pulau lain untuk menjadi seorang bos. Akan tetapi akhir-akhir ini, bibit-bibit daerah di luar Jawa mulai bermunculan dan penghapusan diskriminasi asal usul ini perlahan-lahan mulai terkikis.
disusun oleh :
Oktavolama Akbar Budi Santosa
11/317768/SP/24661
0 komentar:
Posting Komentar