Senin, 26 Maret 2012

Diskriminasi antara Hak Wanita dan Laki-Laki


Novita Damayanti Putri
11/314222/SP/24603

            Dalam kehidupan sosial masyarakat, diskriminasi telah menjadi budaya di berbagai negara, contohnya Indonesia. Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU No 39 Th 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.[1]
            Salah satu peristiwa diskriminasi yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari masalah gender. Dahulu di Indonesia, laki-laki relatif lebih diistimewakan hak dan posisinya. Namun, wanita lebih dianggap remeh karena adanya filosofi yang mengatakan bahwa wanita itu lemah. Padahal tidak demikian. Justru apabila peran wanita tidak diikutsertakan, akan terjadi kesenjangan sosial. Sikap diskriminatif terlihat jelas di masa pra-kemerdekaan. Wanita tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan, hanya kaum laki-laki yang boleh memperoleh pendidikan. Derajat laki-laki ditinggikan daripada wanita. Tetapi, berkat RA Kartini, kini wanita sudah boleh memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki, terjadi emansipasi wanita.
            Diskriminasi terhadap wanita tidak berhenti disitu saja. Dalam hal pekerjaan, peran wanita masih dibatasi. Laki-laki lebih mendominasi. Contohnya saja wanita hanya diberi hak 30% untuk berkecimpung di dunia pemeritahan. Dan untuk menjabat kursi pemimpin, wanita dirasa kurang mampu. Jadi lebih banyak laki-laki yang sering menjadi pemimpin. Padahal, terkadang wanita memiliki kharisma dan sikap yang lebih baik untuk menjadi pemimpin daripada laki-laki. Maka dari itu, pemerintah harus lebih meningkatkan hak wanita agar tidak menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat.



[1]http://hukum.kompasiana.com/2011/11/17/diskriminasi/ , di akses pada Minggu 25 Maret 2012 pukul 20.30

0 komentar:

Posting Komentar