Senin, 26 Maret 2012

Di Kontrakanpun Terjadi Diskriminasi


Shangrila Rosiana Djehadut(11/312128/SP/24495)
Jika berbicara tentang diskriminasi memang tidak akan pernah ada habisnya karena disetiap wilayah baik negara,pulau bahkan di kota-kota proses atau perlakuan yang mengarah ke diskriminasi sering terjadi.Dan ketika dilihat dari bercampurnya berbagai etnis yang mendiami kota Jogja ini tentu saja sebuah perlakuan diskriminasi bisa kita temukan dengan mudah.Hal ini dapat kita pahami dengan jelas dari contoh yang akan saya paparkan berikut ini.
Kejadiannya berawal dari seorang kakak rohani saya di gereja yang selalu merasa tidak nyaman jika dia pulang ke kontrakannya karena dia merasa selalu menjadi bahan cemoohan atau tertawaan karena hanya dia sendiri adalah satu-satunya orang dari lain pulau yang kebetulan dari pulau Sumatra(suku Batak)  yang tinggal di kontrakan itu.Melihat fenomena itu ternyata dimanfaatkan oleh penghuni kontrakan yang lain yang berasal dari suku Jawa untuk berusaha membuat kakak rohani saya merasa dikucilkan,usahanya ini dilakukan dengan memanfaatkan keterbatasannya yang tidak mengerti bahasa Jawa dan tidak memahami orang yang berbahasa Jawa yang disini kondisinya ketika mereka yang ada di kontrakan sedang “ngobrol”.Oleh karena itu penghuni kontrakan yang adalah orang Jawa dengan penggunaan bahasa Jawa yang baik mulai melakukan aksi diskriminasi dengan mencemooh atau bahkan “ngomongin” kakak rohani saya didepan matanya sendiri tapi dengan menggunakan bahasa Jawa,mereka sesekali memberikan isyarat bahwa memang kakak rohani saya yang sedang menjadi topic utama pembicaraan mereka (dengan menunjuk-nunjuk diiringi tertawaan yang sengak).Dan hal ini jelas sekali membuat kakak rohani saya merasa tidak nyaman,bahkan membuat dia akhirnya menangis.Mendengar cerita ini ternyata membuat saya emosi dan ingin membuktikannya sendiri.Sehingga suatu kali saya memutuskan untuk ikut pulang ke kontrakan kakak rohani saya,dan benar saja beberapa menit setelah kami tiba beberapa penghuni kontrakan yang ada di dapur mulai mengeluarkan celotehannya dengan bahasa Jawa yang membahas kakak rohani saya yang baru saja datang yang akhirnya merembet kemana-mana.Dan karena kebetulan saya orang Jawa maka sudah jelas saya tahu apa yang mereka bicarakan,sehingga dengan penuh emosi akhirnya saya mulai mendatangi mereka yang meskipun saya tahu mereka lebih tua daripada saya.Namun dengan prinsip Hak Asasi Manusia yang saya sebagai anak HI wajib untuk memahaminya maka rasanya sah saja jika saya menegur mereka.Setelah berbicara panjang lebar ternyata susah sekali untuk menyadarkan mereka bahwa Indonesia ini unik dengan berbagai macam etnis yang mendiami setiap wilayahnya,dan hak setiap orang juga untuk memutuskan dimana mereka bertempat tinggal,sekolah,kuliah dan bekerja di manapun mereka inginkan tidak terkecuali di kota Jogja ini.Ternyata memang susah untuk bisa mengubahkan paradigma orang-orang yang merasa bahwa tidak selayaknya jika ada suku lain yang berbaur tinggal di wilayah mereka sehingga bagi mereka sah saja jika mereka tidak memperdulikan perasaan dan hak-hak dari suku lain itu dengan berusaha untuk membuatnya merasa dikucilkan.
Dari hal itu maka jelas sekali bahwa kisah dari kakak rohani saya ini bisa dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi,dengan melihat bahwa hak-hak setiap orang untuk bisa hidup nyaman dan tentram dimanapun mereka tinggal dilanggar dan diabaikan.Yang mana berdasarkan kisah ini pelanggaran terhadap hak untuk mendapat kenyamanan dilakukan terhadap kaum minoritas dari suku tertentu yang jelas memiliki banyak perbedaan dimana salah satunya perbedaan bahasa oleh kaum mayoritas.

0 komentar:

Posting Komentar