Senin, 26 Maret 2012

Mahalnya Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Kurang Mampu


Nama   : Redemta Galuh Purbosari
NIM    : 11/312297/SP/242527

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan vital bagi setiap individu baik kalangan mampu maupun kurang mampu. Terlepas dari status sosial dan jabatannya, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999) pasal 4 UU No. 8/1999, setiap pasien berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif[1]. Pada kenyataanya tidak semua rumah sakit bersedia memahami dengan baik hak-hak setiap pasiennya, sehingga terdapat praktik diskrimanasi terhadap masyarakat yang kurang mampu dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sikap diskriminatif penyedia layanan kesehatan seperti pelayanan di rumah sakit sudah menjadi permasalahan klasik yang terus terjadi hingga saat ini. Masyarakat miskin seolah-olah dipersulit dalam mendapatkan layanan kesehatan meskipun sudah terjaring dalam program JAMKESMAS yang dijamin oleh negara. Pihak rumah sakit seolah olah mempersulit peserta JAMKESMAS untuk mendapatkan haknya sebagai pasien. Mulai dari fasilitas kesehatan yang kurang layak hingga penelantaran pasien kurang mampu karena tidak memiliki biaya.
Di kabupaten tempat saya tinggal yaitu di Kabupaten Klaten, saya juga masih menemui bentuk diskriminasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat kurang mampu termasuk peserta JAMKESMAS. Di salah satu rumah sakit di Kabupaten Klaten, terdapat pembedaan fasilitas kesehatan bagi peserta JAMKESMAS( untuk masyarakat kurang mampu) dan ASKES ( untuk PNS ) meskipun keduanya sama-sama dijamin oleh pemerintah dan memiliki hak yang sama sebagai seorang pasien. Fasilitas bagi peserta ASKES di loket tunggu dapat dikatakan cukup layak dengan kursi tunggu nyaman dan pendingin ruangan yang baru, sedangkan bagi peserta JAMKESMAS hanya disediakan kursi tunggu yang kurang layak karena berkarat dan pendingin ruangan yang seharusnya sudah tidak digunakan lagi. Belum lagi sikap petugas rumah sakit yang membeda-bedakan antara pasien kurang mampu dan pasien yang lebih mampu ( dilihat dari kesejahteraan sosial ). Pasien kurang mampu sering mendapatkan keterlambatan penanganan karena pasien harus memenuhi prosedur pembayaran dan pihak rumah sakit yang lebih mendahulukan pasien yang bukan peserta JAMKESMAS.
Dari beberapa fakta yang saya temui, diskriminasi secara tidak langsung dilakukan oleh pihak rumah sakit kepada peserta yang dianggap kurang mampu. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi karena petugas rumah sakit tidak memberikan hak yang sama pada seluruh pasien rumah sakit sehingga pasien yang kurang mampu seringkali ditelantarkan dan tidak mendapatkan penanganan yang layak. Pihak rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan seharusnya mendahulukan penanganan pasien beserta keselamatan dan kesembuhannya secara adil karena setiap individu berhak mendapatkan kesehatan fisik dan mental ( Konvensi Hak Ekonomi Sosial Budaya pasal 12 ).


[1] Diakses dari www.hukumonline.com pada tanggal 26 Maret 2012 pukul 13.45

0 komentar:

Posting Komentar