Kamis, 01 Maret 2012

Rizqie Aulia F.

REVIEW DUHAM

            Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Duham dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948. Duham berisi 30 pasal yang menjabarkan hak asasi menusia itu sendiri. Lahirnya deklarasi ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi di dunia, serta terjadinya tindakan-tindakan yang tidak menghargai hak-hak hidup manusia dengan sebagaimana mestinya oleh beberapa pihak tertentu.
Sebelum diterbitkannya Duham, kekerasan serta diskriminasi terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Adanya kolonialisme serta penjajahan menyebabkan dua hal di atas berkembang pesat dan keberadaannya seakan saling beriringan.
Pada masa kolonialisme di Indonesia misalnya, diskriminasi terhadap etnis tionghoa jelas terlihat. Perbedaan yang mencolok antara etnis tionghoa dengan etnis pendatang lain, seperti Arab dan India, membuat percampuran etnis tionghoa dengan pribumi semakin sulit. Adanya perbedaan agama dan budaya juga memperdalam jurang pemisah antara etnis tionghoa dengan pribumi.
Etnis tionghoa semakin dibedakan dengan etnis lain, terlebih pribumi. Keberadaan mereka diawasi dengan ketat oleh pemerintah colonial Belanda. Salah satu contoh ekstrim dari pengawasan tersebut adalah pembantaian ribuan etnis tionghoa pada 1740 oleh VOC dengan tuduhan bahwa mereka dicurigai akan melakukan pemberontakan1. Dan setelah peristiwa tersebut, gerak-gerik serta mobilitas etnis tionghoa terus diawasi oleh pemerintah colonial Belanda, terbukti dengan dikeluarkannya aturan mengenai passenstelsel, yaitu semacam surat jalan yang harus dimiliki oleh etnis tionghoa setiap mereka berpindah dari distrik dimana mereka tinggal. Hal ini dimaksudkan tentunya untuk mempermudah pengawasan terhadap etnis tionghoa itu sendiri.
Diskriminasi semacam ini banyak terjadi sebelum diterbitkannya Duham karena sistem yang ada saat itu sangat memberi kesempatan untuk dilakukannya diskriminasi dan kekerasan. Pemilah-milahan golongan masyarakat menjadi kelas rendah hingga kelas atas menjadi sangat mungkin ketika sistem yang berjalan adalah suatu sistem otoriter yang tidak memberi perhatian pada pentingnya penghargaan pada hak hidup manusia.
Duham tentu memberi gambaran jelas tidak hanya mengenai definisi hak asasi manusia itu sendiri, namun juga memberi protokol mengenai aspek apa saja yang termasuk cakupan hak asasi manusia,.
Misalnya pada pasal 2 yang menjelaskan mengenai anti deskriminasi yang memberi pengertian mendasar bahwa setiap manusia berhak atas semua hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tidak ada pengecualian  apa pun, seperti pembedaan ras,  warna kulit, jenis kelamin,  bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain2.  Hal di atas tentunya semakin memperjelas bahwa perbedaan ras maupun etnis tidak seharusnya menjadi alasan pemerintah untuk membedakan perlakuan yang diberikan pada etnis tertentu, karena menurut Duham semua ras dan etnis mempunyai kedudukan yang sama.
Duham memberi makna yang seragam mengenai hak asasi manusia, sehingga dalam pelaksanaan hak asasi manusia itu sendiri tidak terjadi perbedaan penafsiran antara satu negara dengan negara lain. Dengan dideklarasikannya Duham, diharapkan penghargaan atas hak asasi manusia di dunia semakin tinggi sehingga setiap elemen masyarakat dan pemerintahan di dunia menjalankan hidup dan kehidupan dengan menghargai satu sama lain.
1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ; diunduh dari www.kelaspshama2012.blogspot.com
2 Benny Subianto. “Diskriminasi Rasial terhadap Orang Cina: dari VOC sampai Orde Baru”. Makalah untuk Solidaritas Nusa Bangsa, 1998 ; diunduh dari http://rohanasan.wordpress.com/2011/02/11/mempertahankan-kekuasaan-melalui-diskriminasi-rasial-sebuah-tinjauan-historis-dalam-perspektif-diskriminasi-ras-terhadap-etnis-tionghoa/ diakses pada 1 Maret 2012 pukul 23.05

Rizqie Aulia Febriana
11/317789/SP/24679

0 komentar:

Posting Komentar