Ini adalah kejadian yang saya
alami sendiri saat SMA. Saya bersekolah di sebuah SMA Negeri di daerah Jakarta
Barat, dimana di sekolah itu mayoritas muridnya beragama Islam. Setiap bulan
ramadhan, semua kios makanan di kantin sekolah tutup karena tidak diperbolehkan
berjualan, dan sekeliling kantin ditutupi dengan spanduk. Setiap anak yang
ingin makan harus makan di kantin itu, tidak boleh di tempat lain, dan akhirnya
yang berjualan di kantin pun hanya murid-murid dari kelompok rohani yang lain.
Suatu hari adik kelas saya merasa
lapar tetapi makanan di kantin sudah habis sama sekali, karena jumlah makanan
yang dijual sangat kurang dibanding mereka yang ingin membeli makanan. Akhirnya,
dia memutuskan untuk mencari makan keluar di depan sekolah dimana memang banyak
orang berjualan karena ada juga SD dan SMP disebelah SMA saya. Lalu ada seorang
guru saya yang sedang keluar lalu melihat dia makan. Guru itu menanyakan agama
adik kelas saya dan ketika tahu bahwa adik kelas saya non-muslim, guru itu memarahinya habis-habisan. Dikatakan bahwa
dia tidak menghormati mereka yang puasa, bisa-bisanya makan disaat yang lain
sedang berpuasa. Adik kelas saya tentu bingung, memang kenapa? Banyak orang
disekitar sana pun sedang makan semua. Dia juga merasa tidak bersalah karena
toh tidak makan di kelas atau mengajak temannya yang sedang berpuasa misalnya. Merasa
kesal, tentu. Tetapi akhirnya adik kelas saya memilih diam dan mendengarkan
saja.
Menurut saya, tindakan yang
demikian adalah bentuk diskriminasi. Yang perlu diingat adalah bahwa saya
bersekolah di sekolah negeri, yang tidak didasarkan pada satu agama mana pun
tidak seperti sekolah Katolik atau Islam misalnya, yang sedari awal bahkan
sudah dihimbaukan kepada orangtua maupun peserta didiknya bahwa yang diterapkan
adalah ideologi agama tertentu dengan segala tata caranya. Maka seharusnya semua
diperlakukan sama. Jika berbicara mengenai menghormati mereka yang puasa, toh
adik kelas saya tidak makan di kelas di depan muka teman-temannya, dan yang
diluar sana pun banyak yang juga sedang makan, karena faktanya, memang tidak
semua orang di Indonesia sedang berpuasa toh? Jika ingin berbicara mengenai
menghormati, agama lain pun mempunyai bulan-bulan dimana mereka juga berpuasa,
namun, apakah kantin ditutup dan tidak boleh murid makan pada saat itu? Tidak. Lantas,
apakah karena Islam adalah agama yang mempunyai pemeluk agama mayoritas disana,
lalu yang lain harus “mengalah” ? Dimanakah di Undang-Undang Indonesia, jika
itu ada, dikatakan demikian? Guru saya baru saja melarang seorang muridnya
makan, padahal jelas-jelas setiap orang punya hak bahkan untuk mendapat
makanan, dan saya rasa makan adalah
kebutuhan dasar manusia. Dan saya rasa, mereka yang tidak berpuasa pun tidak
bakal juga makan dengan lahap secara sengaja di depan mereka yang berpuasa. Bahkan
teman-teman saya yang berpuasa pun sering bilang bahwa kebijakan sekolah
menutup kantin sampai di-cover spanduk
pun berlebihan. “Yaampun, kita udah gede kali. Emangnya anak SD, ngeliat orang
makan langsung ngiler,” kata seorang teman saya.
Lalu bagaimana menanggapi hal
seperti ini? Disaat banyak orang berbeda agama berkumpul menjadi satu,
sesungguhnya pun mereka sudah tidak lagi memisahkan diri dan memilih untuk menganggap
diri “bagian dari sekolah”. Tetapi terkadang kebijakan seperti yang dilakukan
sekolah saya, yang membuat jurang pemisah itu kembali ada. Benarkah mayoritas
dapat menyebabkan diskriminasi? Maka menurut saya adalah sangat benar. Dibenarkankah
tindakan yang demikian? Sayangnya, setidaknya di sekolah saya, hal itu juga
dianggap benar.
Laurensia Anggita Ludmila
11/311467/SP/24391
0 komentar:
Posting Komentar