Shadri Saputra
11/317935/SP/24817
Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM)
Ide tentang penegakan HAM muncul
setelah berakhirnya Perang Dunia II. Masyarakat menuntut hak-hak sebagai
makhluk hidup yang terabaikan selama perang. Ide ini terealisasikan pada 10
Desember 1948 melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang
dibentuk dan disahkan oleh PBB di Paris, Prancis. Deklarasi ini merupakan
tuntutan atas hak manusia akan kesetaraan dan kebebasan.
Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia dibuat dengan pertimbangan bahwa martabat alamiah manusia dan hak-hak
yang sama tidak dapat dicabut, pengabaian hak-hak manusia telah menimbulkan
perbuatan bengis, kebebasan adalah
cita-cita tertinggi rakyat biasa. Pertimbangan lain bahwa PBB melalui piagamnya
telah memutuskan akan mendorong kemajuan sosial dan tingkat hidup yang lebih
baik dalam kemerdekaan yang lebih luas. Masih banyak pertimbangan-pertimbangan lain
sehingga lahirlah 30 pasal dengan tujuan terciptanya manfaat yang universal. Dan
hal ini telah dirasakan oleh hampir seluruh penduduk dunia.
Pasal-pasal yang ada telah dirancang
secara jelas dan tegas sehingga diharapkan mampu melindungi hak-hak manusia
dengan sempurna. Namun ada beberap pasal yang berpotensi pada kesalahpahaman
atau penyalahgunaan. Pasal 12 berbunyi “Tidak
seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau
hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan
melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak
mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini”.[1]
Besar kemungkinan pasal ini akan digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan
terlarang. Anak lima belas tahun akan menggunakan pasal ini sebagai kunci untuk
melakukan sex bebas. Sang anak bebas melakukan hal ini dan tidak boleh diganggu
gugat karena ini adalah urusan pribadi. Bagi masyarakat barat yang
individualis, sex bebas mungkin tidak masalah asal yang bersangkutan merasa
senang. Ini bukan pelanggaran karena kebebasan di atas segalanya. Namun bagi
masyarakat timur, hal ini akan menjadi masalah besar. Sex bebas adalah
pelanggaran nilai moral dan norma yang ada. Bahkan ini pelanggaran nilai agama
yang sifatnya mutlak. Sementara Undang-Undang negara tidak menulis larangan sex
bebas. Dengan demikian pasal 12 akan menjadi ancaman bagi masyarakat. Jika hal
seperti ini terjadi, akan timbul anggapan bahwa pasal 12 tidak bersifat
universal. Pasal ini menguntungkan sebagian pihak dan merugikan pihak yang
lain.
Maka perlu ditegaskan bahwa
pasal-pasal yang ada dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dirancang
untuk kepentingan yang universal. Dengan demikian harus dijaga dan diindahkan
secara universal pula. jika terjadi kesalahan, itu karena kesalahpahaman atau
sengaja disalahpahami sehingga menimbulkan penyalahgunaan. Inilah yang menjadi
masalah besar yang harus dicermati dan diselesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar