Senin, 05 Maret 2012

DUHAM


Shadri Saputra
11/317935/SP/24817
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
            Ide tentang penegakan HAM muncul setelah berakhirnya Perang Dunia II. Masyarakat menuntut hak-hak sebagai makhluk hidup yang terabaikan selama perang. Ide ini terealisasikan pada 10 Desember 1948 melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang dibentuk dan disahkan oleh PBB di Paris, Prancis. Deklarasi ini merupakan tuntutan atas hak manusia akan kesetaraan dan kebebasan.
            Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dibuat dengan pertimbangan bahwa martabat alamiah manusia dan hak-hak yang sama tidak dapat dicabut, pengabaian hak-hak manusia telah menimbulkan perbuatan  bengis, kebebasan adalah cita-cita tertinggi rakyat biasa. Pertimbangan lain bahwa PBB melalui piagamnya telah memutuskan akan mendorong kemajuan sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas. Masih banyak pertimbangan-pertimbangan lain sehingga lahirlah 30 pasal dengan tujuan terciptanya manfaat yang universal. Dan hal ini telah dirasakan oleh hampir seluruh penduduk dunia.
            Pasal-pasal yang ada telah dirancang secara jelas dan tegas sehingga diharapkan mampu melindungi hak-hak manusia dengan sempurna. Namun ada beberap pasal yang berpotensi pada kesalahpahaman atau penyalahgunaan. Pasal 12 berbunyi “Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini”.[1] Besar kemungkinan pasal ini akan digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan terlarang. Anak lima belas tahun akan menggunakan pasal ini sebagai kunci untuk melakukan sex bebas. Sang anak bebas melakukan hal ini dan tidak boleh diganggu gugat karena ini adalah urusan pribadi. Bagi masyarakat barat yang individualis, sex bebas mungkin tidak masalah asal yang bersangkutan merasa senang. Ini bukan pelanggaran karena kebebasan di atas segalanya. Namun bagi masyarakat timur, hal ini akan menjadi masalah besar. Sex bebas adalah pelanggaran nilai moral dan norma yang ada. Bahkan ini pelanggaran nilai agama yang sifatnya mutlak. Sementara Undang-Undang negara tidak menulis larangan sex bebas. Dengan demikian pasal 12 akan menjadi ancaman bagi masyarakat. Jika hal seperti ini terjadi, akan timbul anggapan bahwa pasal 12 tidak bersifat universal. Pasal ini menguntungkan sebagian pihak dan merugikan pihak yang lain.
            Maka perlu ditegaskan bahwa pasal-pasal yang ada dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dirancang untuk kepentingan yang universal. Dengan demikian harus dijaga dan diindahkan secara universal pula. jika terjadi kesalahan, itu karena kesalahpahaman atau sengaja disalahpahami sehingga menimbulkan penyalahgunaan. Inilah yang menjadi masalah besar yang harus dicermati dan diselesaikan.
           

0 komentar:

Posting Komentar